Jumat, 16 November 2012

Forgive, Forget, and Freedom


Aku mengimajinasikannya seperti luka memar.
Kalau mau sembuh, harus di gosok.
Kalau mau di gosok, harus tahan sakit.
Rasakan sakitnya bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali, sampai proses penyembuhan luka itu selesai. 
Kalau mau sembuh, harus mampu bertahan disaat sakitnya menyerang.

Aku berperang dalam pemberontakan sang logika dan sang perasaan.
Logika ku menyadarkanku untuk mengucap syukur atas apa yang ku alami ini. Bahwasanya Tuhan telah menyelamatkanku dari pilihan yang salah.
Tapi perasaanku tak berhenti-hentinya melontarkan pertanyaan "kenapa?" dan "bagaimana ini bisa..?" Dua pertanyaan yang terus menggangu batinku dan terus membayang-bayangiku, sampai kepalaku sakit.

Setelahnya aku mulai merasa lelah, mulai tersiksa karena keinginan hati untuk menuntut keadilan yang tak tersampai. Aku sadar, kalau ini diteruskan, aku hanya akan membuang waktu karena berhenti melangkah, setelah sebuah batu besar membuatku terjatuh. Aku harus cepat bangkit, cepat menghiraukan, cepat sembuh, dan cepat kembali menjadi diriku yang always happy :) 

Aku tak boleh marah-marah lagi pada batu itu. Yang harus kulakukan adalah meminggirkannya dari hadapan, melangkahinya dan segera melanjutkan perjalananku. 

Aku sadar bahwa saat aku berjalan kembali, sisa-sisa rasa sakit masih terus menghantuiku. Tapi itu tak layak untuk ku tangisi setiap saat, karena itu adalah kesalahanku, karena tidak berhati-hati dalam perjalananku. Itulah yang harus kupertanggung jawabkan dalam hidupku.

Aku memutuskan untuk "melepaskan”, “membebaskan diri” dari sesuatu yang membelenggu separuh hidupku, yaitu luka hati dan kebencian. Aku tak ingin mendendam karena aku tak ingin lagi merasakan kembali sakit itu.

Mengampuni akan membawa ku untuk maju, sedangkan mendendam akan mengikatku pada masa lalu, kepahitan yang sudah terjadi, sakit hati yang ku alami.

Aku akan iklas menerima keputusan yang pasti menurut sebagian orang "sangat tidak fair" untukku.

Aku akan merubah memoriku..

Sekarang dia bukan lagi orang yang menyakitiku, tetapi orang yang membutuhkanku. Dia membutuhkan pengampunanku, dan aku telah memberikannya :)

"This is not sound of desperate, this is sound of freedom" - Jenny Jo