Selasa, 11 Oktober 2011

Secretly Loves Part 5

Hari ini aku menemani El mengunjungi mami papinya. Sejak El diterima kerja, dia memang tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya, sama seperti aku. Bedanya kalau rumah aku dan kedua orangtua ku, tidak terlalu jauh jadi aku masih bisa sering bertemu dengan mereka.

Mami menyuguhkan cheese cake untuk kami berdua. Eitsss, bukan mami ku loh, tapi mami El. Sudah sejak lama aku disuruh untuk memanggil mami El dengan sebutan yg sama, mungkin karena hubungan aku dan El begitu akrab seperti seorang kakak dan adik kandung.

"El, apa ituuu??" aku mengalihkan perhatian El..
"Hoppp, gotchaaa.."
"Errrrrrrrrrrr.. mamiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.. mamiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.. cherry ku di makannnnnnnnnnnnnnnn.."
Seperti kebiasaannya dari kecil, mudah ditipu dan aku selalu merampas cherry dari cheese cake jatahnya, setelah itu dia pasti mengadu ke mami.
*bletakkk~ 
"Kebiasaannnn.. mami kan udah kasi jatah satu orang satu.. Kamu ini, belum cukup dari kecil mami jitak??"
Aku mengelus kepalaku yg sakit karena jitakan maut dari mami.

Setelah makan, aku mengajak El jalan-jalan dengan sepeda. Aku memboncengi El naik sepeda. Dia memegang jaketku dengan sangat kencang, sepertinya ini bukan memegang tapi mencekik, ya mencekik jaket, hahaha.. Sejak dia jatuh menghantam pohon itu, dia berikrar untuk tidak mau belajar naik sepeda lagi. Diboncengi saja udah was-was setengah mati..

"Berhentiii.. berhentiiiii.."
"Disiniiiii??"
"Ia.. berhentiiii.." 
El memukul pundak ku untuk mengehentikan laju sepedaku.
Kami berhenti di pohon tempat El terjatuh dulu, tapi sekarang daerah ini sudah banyak perubahan tidak seperti dulu. Sekarang sudah lebih banyak tanaman dan lebih asri, pokoknya sangat nyaman untuk tempat beristirahat.

"Eh poon, gara-gara lu, gw trauma naik sepeda tauuu.." El menendang pohon yg menjadi musuh bebuyutannya seumur hidup, hahaha..
"Dodol, nanti setan pohonnya ngamuk loh lu tendang-tendang gitu.."
"Ha? emang ada setannya??"
muka El mendadak langsung berubah menjadi ketakutan, dan dalam hitungan detik ia langsung berlari, hahaha..

Dia duduk di bangku yg kira-kira 10 meter dari pohon besar itu. Aku mendorong sepedaku, memarkirkannya di sebelah bangku, dan ikut duduk di sebelah El.
"Tau ga? Menurutku, di dunia ini hanya ada 2 jenis tipe orang. Yang pertama, dia akan menikah dengan orang yg sangat ia cintai. Yang kedua, dia akan menikah dengan orang yg cocok menjadi partner hidupnya."
"Dan lu tipe orang yg pertama kan?"
"Hahaha.. Kurasa tidak.."

Kata-kata El itu, sukses memaksa otak ku untuk berpikir keras, memahami apa artinya.
"Kenapa??"
"Ngomong-ngomong.. Lusa jadi kan?"

Ya, El mengalihkan pembicaraan. Lusa, El dan Sam melakukan prosesi foto prawed yg kedua, dan El juga memintaku  merekam behind the scene untuk dijadikan film dokumenter pernikahannya.
"Ia dong, uda siap semua kok.."
"Bagusss, yuk pulangg."


Perjalanan menuju rumah kedua orangtua El, aku sengaja mengayuh sepeda ku dengan pelan, sangat pelan. Karena mungkin saat-saat seperti ini, kelak tidak akan terjadi lagi. Aku hanya ingin menikmati moment indah seperti ini, moment dia mencekik jaketku, dan sesekali merebahkan kepalanya di punggungku.

"Heiiiii.. Bagaimanpun, kita tidak bisa mengulang waktu untuk kembali ke masa lalu kan?"
"Haaaaaaaa??"
angin yg kencang membuat suara El terdengar sangat samar.
"Iaaa, kata orang jangan pernah sia-siakan kesempatan yg ada, karena belum tentu kesempatan itu datang untuk kedua kalinya."
"Ia memanggggg.."

"Hahaha.. karena itu, gw mau ngomong kalooo guaaaaaa sayanggggggggggggg bangettt sama luuuuuuu.."
El berteriak sangat keras, mustahil kalau aku berpura-pura tidak mendengarnya.
Entah kenapa, aku jadi blank lagi. Perasaan ku saat itu campur aduk, senangnya, bahagianya, deg deg an nya bukan mainnn.. Apakah El menyukai ku??
"Kakakkkkkkkkkkkkkkkkkkk.." El kembali berteriak lalu memelukku dari belakang.
Hahaha.. aku terlalu GR, ternyata dia mengangapku sebagai kakaknya.

Aku seharusnya tau diri, bahwa El tidak mungkin menyukaiku, karena dia telah memiliki Sam, orang yg akan ia nikahi beberapa bulan lagi. Tapi benar juga katanya, kesempatan itu mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya. Bodohnya aku, bahkan dia bisa lebih berani mengatakan bahwa dia menyayangiku dengan mudahnya. Sedangkan aku?? Dari sejak SMP sudah punya tekad, tapi tak juga punya nyali untuk mengatakan kata "I Love You".



Dari El, aku belajar untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar