Selasa, 14 Februari 2012

My Little Brother, Please Grow Up (Part 2)


“Kakak.. kakak... bangunnn..”
“Hmmm. Ada apa? Apa sudah pagi??”
“Sudah sangat siang dan badanku gatal sekali..” Lee terus menggaruk-garuk punggungnya.
“Coba kulihat..” sekujur punggung Lee memerah.
“Kakak, aku ingin mandi..”
“Bagaimana ini? Kita tidak punya kamar mandi..”
“Kakak, aku ingin mandi, gatal sekaliiii...”
“Baiklah, ayu kita cari air.”
Aku membawa Lee ke tepi sungai terdekat, dan memandikannya, berharap gatalnya akan hilang.

“Sudah selesai, pakailah bajumu..”
“Baju ini lagi?? Apa kita tidak mengganti baju?”
“Tidak usah, pakai 2 kali pun tidak apa..”

Aku menggenggam tangan Lee dan membawanya keliling.
“Kakak, ayu kita kesitu..” Lee menarik bajuku sambil menunjuk ke arah toko mainan.
“Kelihatannya ramai, lebih baik tidak usah.”
“Ayu kak, sebentar sajaaaa..” Lee manrik tanganku dengan sekuat tenaganya.
“Iya, baiklah..”
Disana banyak sekali boneka beruang yang lucu. Kereta-keretaan yang keren, dan robot-robotan yang bisa berbicara.
“Kakak, aku ingin ini...” Lee memeluk sebuah robot yang bisa berbicara itu.
“Lee, kakak tidak punya uang. Kakak tidak bisa membelikannya untukmu.”
“Kalau begitu, kita minta uang saja pada ayah.”
“Tidak.. tidak.. kita tidak akan meminta sepeserpun dari ayah.”
“Kenapa begitu?  Kakak kan tidak bisa membelikannya untukku, jadi kita minta ayah saja membelikannya untukku..”
“Dengar Lee... saat ini kakak memang tidak bisa membelikannya untukmu, tapi nanti aku pasti akan membelikannya untukmu, jadi kita tidak perlu meminta ayah.” Aku merampas robot itu dari tangan Lee, menaruhnya kembali ke etalase mainan, dan menarik Lee keluar dari toko.

...

“Kakak, aku laparrr...”
“Tahanlah dulu..”
“Kakak, kita mau kemana?”
“Entahlah..”
“Kapan kita akan pulang kak?”
“Kita tidak akan pulang..”
“Kenapa?”
“Apa kau sangat ingin pulang?”
“Iyaaa... aku ingin bertemu ayah.”
“Ya sudah, kau pulang saja sendiri..”
“Kakak akan pulang bersamaku kan?”
“Tidak, aku tidak punya rumah lagi, aku tidak akan pulang. Kau saja yang pulang, aku akan tidur dijalan.”
“Kalau begitu, aku juga tidak akan pulang kak.”
“Kau tidak rindu ayah?”
“Aku sangat merindukan ayah, tapi aku juga ingin bersamamu, jadi aku akan menelepon ayah dan ibu untuk memberitahu, bahwa aku sedang bersamamu.”
“Hahaha.. koin saja kita tidak punya, bagaimana bisa menelepon.”
“Kakakkkkk...”
“Iyaa..”
“Aku lapar sekali, kali ini aku serius.”
“Apa tidak bisa ditahan?”
“Tidak bisa kak, aku sudah berusaha menahannya, tapi perutku tidak bisa diajak bicara.”
“Hmmm... kalau begitu, tunggu disini Lee..”
“Kakak mau kemana?”
“Kakak akan mencarikan makanan untukmu, kau tunggu disini dan jangan kemana-mana ya..”
“Iyaaa, aku akan menunggumu disini.”
“Dengar, jangan bicara pada orang asing, dan jangan mau diajak pergi oleh orang asing. Mengerti??”
“Mengerti..”

...

Tidak peduli, perlakuan seperti apa yang akan kuterima dari orang yang akan kutemui nanti, aku akan tetap berusaha membawa makanan untuk Lee. Tapi, usahaku sia-sia.. Aku di usir, di caci, dan di dorong ke jalan. Aku mencoba mencuri semangkuk mie dari meja pelanggan sebuah warung bakmie, tapi tak berhasil. Lari si penjual bakmie lebih kencang dari lariku, aku ditendang dan dimarahi.

Aku kembali pada Lee dan mendapatinya tengah duduk disamping paman tua sambil menyantap sebungkus nasi..
Aku segera menarik tangan Lee dan mamarahinya..
“Lee.. apa yang kau lakukan? Aku kan sudah bilang padamu, jangan berbicara dengan orang asing dan jangan menerima apapun dari orang asing..”
“Kakak, paman itu memberiku makan..”
“Hey nona kecil, apa kau kakak adik kecil ini?”
“Ia, aku kakaknya, dan paman siapa? Kenapa memberi makan adikku?”
“Maafkan kelancanganku nona kecil. Aku melihat adikmu menangis sambil memegangi perutnya karena kelaparan, jadi aku membelikannya makanan agar dia berhenti menangis. Aku tidak bermaksud apa-apa..”
“Apa paman tidak punya niat buruk?”
“Yang benar saja, untuk apa aku berniat buruk, hahaha.. Hey nona kecil, apa kau lapar juga?”
“I... iya...”
“Kalau begitu makanlah bersama adikmu, aku masih ada 1 bungkus..”

Paman baik hati itu memberi kami makan dan membawa kami kerumahnya. Dia adalah pria malang yang ditinggal istrinya dan anaknya pergi karena kemiskinannya. Sepeninggalan istri dan anaknya, dia terus berusaha keras untuk menjadi orang yang lebih baik, yang bisa membanggakan keluarganya. Sedikit demi sedikit ia menabung dari hasil usaha kecil-kecilannya, membuka warung nasi. Dan sejak hari itu, aku dan adikku tinggal bersamanya dan membantu paman menjaga warung nasi.




to be continue.. 

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar