Jumat, 17 Februari 2012

Sekotak Kenangan (Part 1)


Ada orang yang dapat dengan mudah menghapus memori masa lalu yang ia miliki. Ada juga yang sekalipun berusaha keras melupakan kenangannya, tapi memori itu selalu muncul dalam ingatan mereka dengan sangat jelas. Sebagian orang berusaha keras untuk mencari cara agar dapat menghapus beberapa memori dalam otaknya. Tapi, sebagian lainnya membiarkan memori itu tetap tinggal dalam ingatan mereka, bahkan membungkus rapih dan menyimpannya dengan sangat baik di sebuah tempat yang khusus..

 
Sekotak Kenangan

“Leeeeeeeeeee...”
“Reyneeeee... aku lulussssssss”
“Congratulation Lee, aku tau kau pasti lulus.”
“Aku ingin segera bertemu kakak”
“Oya Lee, ada yang ingin ku ceritakan tentang kakakmu”
 
...

“Apaaa kau bilang? Kakak menjual ginjalnya untuk biaya operasiku?”
“Iya, dia menjualnya pada ibuku. Waktu itu kita belum saling kenal, dan setelah itu aku tidak tau kalau dia adalah kakakmu, sampai aku bertemu lagi dengannya, dirumahmu.”
“Tapi, bukannya kau bilang, kalau uang itu dipinjami oleh Joe?”
“Aku berbohonggg.. Mereka juga belum saling mengenal waktu itu. Aku terpaksa berkata seperti itu, agar kau tidak salah paham pada kakak. Kakak sengaja merahasiakannya padamu. Dia merasa telah berhutang padamu, karena sewaktu kau kecil, ibumu lebih memperhatikan kakak daripada kau. Uang untuk membeli motormu, itu adalah sisa dari uang hasil penjualan ginjal kakakmu. Kau tau, banyak sekali yang ia korbankan untuk dapat menyekolahkanmu sampai tinggi. Dia inginm, adiknya kelak menjadi orang yang sukses.”
“Jadi, selama ini dia menutup-nutupi semuanya padaku??”
“Kau jangan marah yah Lee, tolong kali ini kau berpikirlah pada posisi dia.”
 
...

Aku bekerja paruh waktu sebagai kasir di mini market dari jam 12 malam sampai jam 12 siang. Sepulang kerja, aku membuatkan beberapa kotak kue mochi yang kemudian ku titipkan di warung untuk di jual. Suatu hari, saat aku hendak berganti shift, aku melihat seorang nenek masuk ke dalam mini market dengan kebingungan.
“Nenek.. ada yang bisa ku bantu??”
“Apa disini menjual kertas origami?”
“Oh.. ada nek, tunggu sebentar biar ku ambilkan..”
Nenek itu terus memperhatikan seisi sudut mini market dengan seksama.
“Ini nek, kertas origaminya, harganya 5000”
“Baiklahh...”
Nenek itu merogoh saku celana kirinya dengan lamban, lalu merogoh saku celana kanannya, tapi tak ada uang sedikitpun yang ia keluarkan.
“Aku tidak membawa uang..”
“Apaa??? Hmmm.. tidak apa nek, aku yang akan membayarnya. Ambillah..”
“Terima kasih.. “
Nenek itu lalu pergi dari mini market.


Aku bergegas pulang kerumah untuk segera menemui Lee. Tapi saat dijalan, aku dihadang oleh beberapa pria yang sepertinya punya niat jahat kepadaku.
“Mau apa kalian??”
“Hai nona, sepertinya di tas mu banyak benda-benda berharga. Berikanlah pada kami..”
“Jangan mendekat, atau aku akan teriak.”
“Jangan begitu nona, kami tidak akan kasar padamu asal kau memberikan tasmu pada kami.”
“Tidakkkkkk.. tolonggggggggggggggggggggggggggggggggg....”


Salah satu pria tersebut membekap mulutku, dan pria lainnya merampas tasku. Mereka membongkar isi dalam tasku dan mengambil dompetku.
“Heyyyyyyyyyyy, apa yang kalian lakukan.”
Lee datang ke arahku, dan pria yang membekapku melepaskan tangannya dari mulutku.
“Kakakk, kau tidak apa-apa??”
“Kita salah orang, dia itu orang miskin.” Kata seorang pria yang mengambil dompetku tadi, lalu membuang tas dan dompetku ke lantai. “Ayu kita pergi, mereka tidak punya uanggggg. Dasar menyedihkan..”
“Apa kalian bilang??” Lee marah dan terlibat pertengkaran dengan pria-pria tersebut. Suasana begitu gaduh, sampai polisi melerai mereka, dan membawa kami semua ke kantor polisi.
 

...

Kami melalui proses pemeriksaan di kantor polisi selama 1 jam. Aku dan Lee kemudian pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, aku mengobati luka lebam di muka Lee, akibat perkelahin tadi.


“Kenapa kau memukul mereka?”
“Kenapa aku tidak boleh memukul mereka? Mereka telah menghina kakak.”
“Sejak kapan kau jadi begitu peduli padaku, hahah..”
“Aku tau, seharusnya aku memperdulikanmu sejak lama. Tapi, aku baru melakukannya setelah tau kalau telah banyak berkorban untukku.”
“Berkorban apa? Membiayai kebutuhan kita, maksudmu? Itu sudah tugasku, apa lagi yang bisa kulakukan selain bekerja.”
“Tapi tidak sampai harus menjual ginjal kan, kak.”
“Darimana kau dengar hal itu?”
“Reyne memberitahuku..”
Aku tertunduk.. “Lupakanlah..”
“Bagaimana aku bisa melupakan begitu saja. Aku sungguh tidak menyangka kakak akan melakukan hal seperti itu.”
“Apa kau marah padaku??”
“Tidakkkkk.. aku tidak marah padamu kak.. aku marah pada diriku sendiri.. kenapa begitu egois padamu, kenapa tidak peka pada kesusahanmu.. aku marah sekali pada diriku ini yang tak tau diriii..”


Lee menangis dihadapanku. Sudah lama aku tak melihatnya menangis untukku. Aku tau, cepat ataupun lambat, hal ini akan diketahui Lee. Tapi aku tak menyangka kalau Lee tidak marah padaku, melainkan menyesal karena merasa telah banyak menyakiti perasaanku. Padahal aku tidak pernah memperdulikan perasaanku sendiri.





to be continue..


 

2 komentar:

  1. uiiih udah ganti judul aja beb
    mantap banget
    semangat iya nulis blog-nya.

    btw skripsinya dah selesai kah?
    heheh.

    BalasHapus
  2. uda sae, tinggal nunggu jadwal sidang kluar ;p

    BalasHapus