Rabu, 15 Februari 2012

My Little Brother, Please Grow Up (Part 15-Finish)



Aku merapihkan barang-barangku dan memberikan surat pengunduran diri pada atasanku. Joe telah mendengar berita bahwa aku ingin keluar dari perusahaan, jadi dia berusaha mencegahku.
“Kenapa kau ingin keluar?”
“Aku bukan saja ingin keluar dari kantor, tapi aku juga akan keluar dari kehidupanmu.”
“Kau kenapa? Apa kau membenciku?”
“Tidak.. aku tidak membencimu. Aku justru berharap kau yang akan membenciku. Dengarlah, kita tidak berjodoh jadi jangan paksakan itu.”
“Kau salah.. Kita berjodoh, sangat berjodoh.. karena berjodoh kita bisa bertemu, karena berjodoh, ginjalmu ada padaku sekarang.”
“Jangan merasa berhutang budi padaku. Aku tidak mendonorkan ginjalku padamu, tapi aku menjualnya pada ibumu, Itu 2 hal yang berbeda. Aku tau, kalau status kita sangatlah berbeda,  bagaimanapun caranya, orang tidak akan bisa menerima hubungan kita. Jadi tolong, biarkan aku pergi..”
 
 ...

Itu kata-kata terakhir yang ku ucapkan pada Joe, saat mencampakkannya. Aku keluar dari perusahaannya dan bekerja menjadi penjaga mini market di sudut kota. Lee dan Reyne menjalin hubungan kembali. Lee bertambah rajin kuliah dan mendapatkan nilai yang sangat bagus, sekali lagi aku bangga padanya. Lee juga ikut membantu mencari uang, dengan bekerja paruh waktu sebagai penyanyi di restaurant tempat dulu aku pernah bekerja.

4 setengah tahun Lee melakukan studinya, dan hari ini adalah hari ia sidang akhir kuliahnya, hari yang sangat penting bagi Lee, juga mungkin menjadi hari terakhir perjuanganku selama ini..

Seseorang mengantarkan undangan pertunangan Joe dengan seorang wanita bernama Jessica, ke rumah. Memang aku yang mencampakkannya, tapi aku juga yang tidak bisa menerima hal itu..
 
Aku merasa sangat sakit.. Sangat sakit.. Sebelumnya, aku tidak merasa sakit saat pria berengsek itu berkali-kali memukulku dengan ikat pinggangnya.. Sebelumnya, aku tidak merasa sakit saat pria galak di toko roti, mendorongku sampai terluka di bagian kening.. Sebelumnya, aku tidak merasa sakit saat seorang penjaga bakmie menendangku sampai tersungkur dilantai.. Sebelumnya, aku tidak pernah sakit saat pecahan beling dari piring yang kucuci mengenai tanganku.. Sebelumnya, aku tidak pernah merasa sakit saat seorang tamu yang menyundutkan rokok ke lenganku, ketika ia mabuk.. Sebelumnya, aku tidak pernah sakit saat salah satu ginjalku di angkat oleh pisau bedah operasi.. Sebelumnya, aku tidak pernah merasa sakit..

Tapi, saat ini aku merasakan rasa sakit itu.. Rasa sakit yang sangat sakit. Sekalipun menghapus air mata, tidak akan menghilangkan rasa sakitnya. Sekalipun terus memukul dada, tidak akan menghentikan rasa sakitnya. Aku terlalu sakit saat ini..

Mungkin saat pisau ditanganku ini merobek nadiku dan mengeluarkan semua darah yang ku punya, rasa sakit itu akan berhenti. Aku tidak akan merasa sakit karena tajamnya benda ini, aku hanya akan melalui beberapa detik kekurangan darah, sedikit lemas dan lalu tertidur..

Aku tidak lagi harus khawatir kepada Lee. Dia telah belajar dengan rajin untuk menghadapi hari ini, dia pasti lulus. Dia pasti juga akan mendapat pekerjaan yang bagus dan menjadi orang yang sukses, kelak dia tidak akan membutuhkanku lagi..

Ibuuuuuuu.. tugasku telah selesai, tunggu aku sebentar lagi bu, aku akan segera menemuimu..


“Kakakkkk.. aku lulus kakkkkkkkk... aku lulussssssssssssssssssssssssss...” kata Lee di ujung telepon, dengan gembira. “Tebak kak, aku dapat nilai apa?? Aku dapat nilai terbaik di universitasku, dan aku langsung di rekomendasikan ke sebuah perusahaan asing oleh universitasku kak.. Ahhhhhhhh, aku senang sekali... Kakak, terima kasih kau telah banyak berkorban untukku.. Aku tidak tau harus bagaimana kalau hidup tanpamu kak.. Hallo.. hallo kak, apa kau masih disana”

Aku membungkam mulutku dengan tangan, agar Lee tidak mendengar napasku yang terpenggal-penggal karena menangis.
“Hmmmm..” kataku pada Lee..
“Kakakkk.. aku sangat mencintaimu.. Aku tak bisa hidup tanpamu.. Aku ingin kau hadir di acara wisuda ku, kau pasti datang kan kak?”

Kata-kata itu seketika juga menyembuhkan luka dihatiku dan rasa sakit yang sebelumnya sangat menghujam jantungku. Apa yang telah kulakukan?? Aku berpikir bahwa adikku tidak akan membutuhkanku lagi. Padahal dia baru saja bilang kalau dia sangat mencintaiku, dan tidak dapat hidup tanpaku. Tapi aku baru saja ingin mengakhiri hidupku dan meninggalkannya...

“Pasti.. pasti aku akan datang..”

...


“Ibu.. aku sangat bangga memiliki ibu sepertimu..”
“Benarkah?? Kenapa begitu??”
“Karena kau ibu terbaik yang pernah ku temukan di dunia.. Apakah kelak  aku bisa seperti ibu??”
“Tentu saja, kenapa tidak?? Kau bukan hanya bisa menjadi seorang ibu, kau juga bisa menjadi seorang teman, penghibur dan penolong bagi anak-anakmu dan juga adikmu..  Ibu sangat mencintaimu Sisi..”
“Benarkah ibu?? Aku juga sangat cinta pada ibu..”
“Lalu bagaimana denganku bu? Apa kau mencintaiku juga?”
“Sudah pasti Lee, ibu juga mencitaimu dan aku, ya kan bu??”
“Tentu saja.. aku mencintai anak-anakku..”
“Lalu, kenapa kau tidak adil membagi roti padaku bu?”
“Lee, jangan menangis. Kau mau roti?? Aku akan memberikan semua bagian yang kupunya untukmu, asal kau bisa bahagia.”
“Terima kasih kak.. Aku sangat mencintaimu”





~(_'_)~ Finish ~(_'_)~



cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tokoh, tempatt, atau cerita, jangan salahkan ibu mengandung, tapi tanyalah pada rumput yang bergoyang... #halah~



3 komentar:

  1. jee..kirain si kakak bakal mati..udh siap" tisu ini bwt nangis.. T_T
    eh malah happy ending...

    BalasHapus
  2. wkkwkwkkwkw, jangan kasian atuh mati mulu..

    BalasHapus
  3. aduh kok sisi and joe nya nga bersatu

    BalasHapus