Minggu, 19 Februari 2012

Sekotak Kenangan (Part 14)

Setelah kejadian itu, nenek tidak pernah datang lagi ke mini market untuk membeli kertas origami. Dulu ia begitu rajin kemari, meski selalu lupa bawa uang untuk membayar. Nenek telah membuat burung-burungan dari kertas origami lebih dari 1000 keping. Ia berkata bahwa, ia akan terus membuatnya sampai ia berhasil bertemu kembali dengan pria yang selama ini ia tunggu. Pria itu sudah di temui si nenek, apa karena itu nenek tidak membeli kertas origami lagi?? Lamunanku buyar dalam sekejab saat tersontak kaget mendengar deringan dari ponselku.

“Halloooo...”
“Kakakkkkkkkk.. ini Dheaaa. Nenek masuk rumah sakit kak.”
“Apaaaaaaaaaaaaa??? Nenek masuk rumah sakit??”

Aku segera menelepon teman kerjaku untuk menggantikan shift kerjaku. Dan langsung bergegas pergi menemui nenek di rumah sakit. Sesampainya disana, aku melihat semua keluarga sudah menangisi nenek yang terbaring di ranjang dengan alat bantuan pernafasan pada hidungnya. 

Kakek mengusap-usap dahi nenek dan menciumnya. “Cepatlah sembuh, istriku.”
“Apa yang terjadiii?? Nenek kenapa??” aku bertanya kepada kakek yang terus menggengam tangan nenek.
“Nenek mengalami serangan jantung tadi pagi dan langsung dibawa kerumah sakit, saat ini dia koma. Dokter tidak bisa memastikan sampai kapan dia akan sadar.”
 
Apa ini karena nenek sangat sedih?? Kasihan sekali nenek..

Beberapa menit setelah kedatanganku, aku melihat pria itu masuk dari pintu kamar dan menghampiri tempat nenek terbaring. Ya, pria yang selama ini nenek tunggu! Kakek menyingkir dan membiarkan pria itu mendekati tubuh nenek.

“Maaf, telah membuatmu menungguku selama ini. Nomor telepon yang kau beri, luntur tercuci di saku celanaku, karena itu aku tidak dapat menghubungimu. Saat berada di luar negeri, aku bertemu dengan seorang gadis dan jatuh hati padanya, aku berpacaran dengannya dan kemudian kami menikah. 40 puluh tahun yang lalu, aku kembali dari luar negeri, dan hendak menemuimu untuk meminta maaf. Sesampainya aku dirumahmu, aku melihat seorang pria keluar dari pintu dan mencium keningmu. Saat itu aku segera mengurungkan niatku, karena aku berpikir jika aku tetap muncul ke kehidupanmu lagi, aku hanya akan merusak kebahagiaanmu. Walau aku tau saat itu aku belum meminta maaf, tapi aku memutuskan untuk tidak muncul lagi dihadapanmu. Aku tak tau kalau kau terus menungguku seperti ini, aku sungguh-sungguh meminta maaf padamu, karena telah mempermainkanmu.. Lihatlah, kau masih punya seseorang yang mencintaimu lebih dari aku. Lupakanlah aku, aku tau kau pasti bisa.. Aku pergi..”

Seketika itu juga, air mata nenek terjatuh. Ini pasti sangat menyakitkan bagi nenek. Orang yang selama ini nenek tunggu, malah yang menyuruh nenek untuk melupakannya. Pria itu langsung pergi meninggalkan kamar tempat nenek dirawat. Aku kesal sama sikapnya itu dan segera mengikutinya.

“Berhentiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...” aku berteriak ke arahnya dan berhasil memberhentikan langkahnya. “Apa yang telah kau lakukan pada nenek, sampai ia mau menunggumu begitu lama?”
Pria itu membalikkan badannya ke arahku dan menunduk.
“Ini salahku.. andai saja, aku tidak mengatakan kalau aku masih mencintainya, saat bertemu dengannya di pesta waktu itu, dia pasti tidak akan menungguku seperti itu.”
“Apa kau bilanggg??? Jadi kau pernah bilang kalau kau masih mencintainya?? Itu sebabnya nenek masih berharap padamuu?? Kau keterlaluannnnnnnnnnn...” Aku sangat kesal dengan perbuatan pria itu. Karena kesalnya,aku berlari kearahnya dan terus memukulinya dengan tanganku.
“Kakakkkkkkkkkkkkkkk.. kakakkkkkkkkkkkk.. hentikannnnn..” Dhea datang dan menangkap badanku. Tapi aku terus meronta-ronta dan berharap bisa memukul pria itu sampai puas.
“Kakakkkkk.. hentikannnn..”
“Kalau kau tidak yakin dengan perasaanmu, seharusnya kau tidak memberi harapan padanya, kau tau ituuu?? Jangan berbuat kejam. Kau yang suruh ia menunggu teleponmu, tapi kau juga yang menyuruhnya untuk melupakanmu. Itu sangat tidak adillll...”
 
 Aku terus memarahinya dengan berteriak-teriak di depan kamar nenek, sampai beberapa suster datang dan mencoba untuk menenangkanku.

“Istrikuuuuuuuuuu.. istrikuuuuuuuuuuu...” sebuah teriakan muncul dari dalam kamar nenek. Dhea bergegas berlari masuk ke kamar. Sedangkan aku masih menatapi pria didepanku yang kini sedang menangis setelah kumarahi.

“Kakakkkkkkkkkkk.. nenek telah pergiiiiiii..” Kata Dhea dari balik pintu.

Aku tersungkur duduk di lantai karena lemas mendengarnya. Nenek yang selama ini kusayangi pergi seperti ini. Tidak akan ada lagi nenek yang membeli kertas origami, tidak akan ada lagi nenek yang melipat burung-burungan kertas bersamaku, tidak akan ada lagi nenek yang menyuapi roti yang ia bawa dari rumah untukku, tidak akan ada lagi nenek yang lupa membawa uang, tidak akan ada lagi nenek yang memukuliku dengan sapu karena tak mengenaliku..

"Nenekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk...."


to be continue..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar