Rabu, 15 Februari 2012

My Little Brother, Please Grow Up (Part 13)


Malamnya Lee pulang kerumah dan meminta maaf padaku, syukurlah dia mau mempercayaiku. Lee masuk ke jenjang universitas.  Setiap hari, dia sangat semangat sekali untuk pergi kuliah. Aku sangat senang melihat Lee senang seperti itu, aku hanya berharap dia cepat lulus dan bekerja. Setelah pertengkaranku di rumah sakit, aku tidak menyapa Joe sama sekali dan terus menghindarinya. Aku hanya berusaha menjalani hidupku dengan baik dan sisa kekuatan yang ada.



...


“Apa kau bilang?? Kau itu sudah mengeluarkan 50 juta untuk membeli ginjal gadis itu, dan sekarang kau bilang bahwa kau ingin mengeluarkan uang 100 juta untuk membeli ginjal buat gadis itu?? Kau gilaaaa..”
“Ibuuu, aku sangat mencintainya, dan aku ingin menikahinya.”
“Siapa yang bilang kau akan menikah dengannya? Kau tidak akan menikah dengannya, karena aku tidak akan merestuinya. Gadis itu hanya memperalat kau saja, dia hanya menginginkan hartamu.”
“Jangan bicara sembarangan ibu, aku sama sekali tidak merasa dia seperti itu. Aku mengenal dia lebih baik daripada ibu.”
“Ibu bertemu lebih dulu daripada kau, Joe. Dan ibu bisa menilai bagaimana gadis itu sebenarnya.”
 

...
 

Aku sangat  lelah dan ingin segera sampai rumah untuk istirahat. Tapi, ketika aku hampir tiba dirumah, aku melihat Reyne, ibunya dan Lee tengah bertengkar di jalan.
“Ibuuuu.. aku tidak mau pulang, lepaskan tanganku..”
“Bibi.. tolong jangan tarik tangan Reyne seperti itu.” Lee berusaha melepaskan tangan wanita itu dari Reyne. 

 Aku tidak mau ikut campur urusan mereka, meski aku melihat pertengkaran itu. Aku cuek dan tetap jalan ke arah pintu rumah.
“Tungguuuuu...” teriak wanita itu kepadaku. “Apa kau?? Apa kau kakak dari orang yang membawa kabur anak perempuanku ini?? Hoo.. pantas saja kelakuan adikmu kurang ajar sepertimu, ternyata kalian bersaudara.”
“Bibi.. aku sudah tidak punya urusan denganmu lagi. Jadi, selesaikan masalahmu sendiri.”
Aku meninggalkan mereka dan segera masuk ke rumah untuk beristirahat.

Esok paginya, aku membangunkan Lee untuk siap-siap berangkat kuliah. Tapi dia tidak mau beranjak dari kasurnya.
“Kak, kau tau. Ibu Reyne melarangku berpacaran denga Reyne..”
“Kalau gitu, tidak usah pacaran dengannya.”
“Kakak ini bicara apa, aku sangat mencintai Reyne dan tidak mungkin berpisah dengannya.”
“Kau pasti bisa, lupakanlah dia, status sosial mereka terlalu tinggi untuk kita.”

Sudah 3 hari Lee tidak masuk kuliah, aku takut dia akan ketinggalan pelajaran, dia juga tidak mau minum, juga tidak mau makan, mukanya pucat dan badannya terlihat lemah.
“Kumohonnn.. makanlah Leee..”
“Tidak kak, aku tidak bisa makan. Tiap hari aku pergi ke rumah Reyne, dan ibunya selalu mengusirku. Aku tak bisa menemui Reyne sampai saat ini.”
“Reyne.. reyne.. reyne.. Kapan kau akan memikirkan tentang diriku?? Kau tidak boleh begitu, tidak mau makan karena wanita. Ku mohonnn makanlah, nanti kau sakittt Lee.”
“Aku tidak mau, jangan paksa aku.”

Lee tetap menolak untuk makan, sekalipun ku paksa memasukkan makanan ke mulutnya, dia akan memuntahkannya lagi dan melempar piring yang ku pegang. Di malam yang keempat, dokter yang kupanggil kerumah, menyarankan agar Lee segera makan nasi atau minum air. Tapi aku tidak bisa mennyuruh Lee lagi, dia begitu keras kepala.


Jadi dimalam yang sama, aku memutuskan untuk menemui wanita itu.




to be continue..






Tidak ada komentar:

Posting Komentar