Selasa, 14 Februari 2012

My Little Brother, Please Grow Up (Part 7)


Suatu siang, Lee pulang kerumah dengan membawa teman-temannya.
“Ini rumahmu Lee? Kecil sekali..”
“Tidak usah banyak bicara, yang penting kita bisa minum disini..”
“Leeeeee.. apakah itu kau?”
“Oh siallll, kenapa dia ada dirumah.. Cepat sembunyikan minuman itu.”
“Ternyata benar itu kau.. kau bawa siapa? Teman-temanmu ya??”
“Kenapa kau tidak kerja kak?”
“Ohh.. aku sedang tidak enak badan, jadi pulang lebih awal.” Aku memperhatikan teman-teman Lee yang gerak-geriknya mencurigakan. “Lee kemari sebentar..” aku menarik tangan Lee ke sudut ruangan.
“Ada apa kak?”
Aku merogoh uang di saku bajuku dan memberikannya pada Lee.
“Ambil ini, belikan makanan ringan untuk teman-temanmu.”
“Untuk apa makanan ringan? Mereka itu bajingan, tidak usah dikasi makan.”
“Kau ini.. kalau mereka bajingan, berarti kau juga bajingan. Memangnya bajingan tidak boleh makan? Lagipula, apa salahnya memberi makanan pada tamu?”
“Kau pikir kami akan bertamu disini? Kami hanya mampir dan akan segera pergi dari sini. Rumah ini terlalu sempit untuk kami berlima kak. Kalau kau mau rumah ini didatangi tamu, belilah yang lebih besar.”
“Apa??? Kau ini.. nanti aku akan belikan rumah dengan 5 kamar mandi, untuk dipakai teman-temanmu masing-masing, kau dengar itu..”
“Hahaha.. jangan becanda kak, tidak lucu. Aku pergiiiii...”
Lee bergegas pergi meninggalkan rumah bersama teman-temannya itu.




“Kata siapa aku bercanda? Aku masih punya 1 ginjal yang bisa kupakai untuk membeli rumah untukmu, Lee..”

...

Sudah jam 9 malam, Lee baru pulang dengan mabuk dan mulut bau alkohol.
“Kau minum???”
“Cuma sedikit kak, santai saja...”
“Apa kau bilang? Sedikit? Kau itu sudah mabuk, dan mulutmu itu sangat bau. Kau masih bilang sedikit?”
“Tidak usah ribut kak, memangnya kenapa kalau aku minum, aku ini kan sudah besar.”
“Apa??? Sudah besar juga tidak berarti boleh minum. Aku memberimu uang bukan untuk membeli minuman keras. Apa kau tidak tau, aku susah payah mencari uang?”
“Susah payah.. susahhh payahhhh.. sakin susahnya sampai tidak bisa menengok adik yang terbaring di rumah sakit, sakin susahnya sampai pulang kerja terlalu larut, sakin susahnya sampai pagi-pagipun tak bisa melihat mukanya. Kakak macam apa kau, bisanya hanya bekerja tapi sedikitpun tidak memperhatikan adikmu. Jadi, jangan salahkan aku kalau aku melampiaskannya pada minuman.”

Kata-kata Lee sangat menyinggungku, dan saat itu untuk pertama kalinya aku menamparnya.
“Kalau tau akan seperti ini, dulu aku tidak akan kembali ke rumah untuk menjemputmu. Kau sama saja dengan pria berengsek itu, hanya bisa foya-foya dan minum-minum. Bahkan kau masih sempat merindukannya dan tidak memikirkan perasaanku. Kau sama saja berengseknya..”
“Aku berengsek?? Baiklah.. aku akan pergi dari sini. Pria berengsek ini akan pergi dari rumah ini sekarang juga.”

...
 

Saat itu aku sangat kesal dan marah. Jadi aku membiarkannya pergi dari rumah. Aku sangat mengkhawatirkan Lee, tapi aku juga cukup kecewa dengan kelakuannya. 3 hari setelah kami bertengkar, seorang gadis datang kerumah.
“Kakak, kau kan yang menjual ginjal pada ibuku.”
Gadis itu adalah gadis yang ada bersama wanita, yang membeli ginjalku.
“Mau apa kau kesini?”
“Aku mencari Lee. Dia sudah tidak masuk 3 hari, apa dia sakit?”
“Dia tidak ada disini. Kau siapanya?”
“Aku pacarnya Lee..”
“Lee 3 hari yang lalu pergi dari rumah, karena bertengkar padaku.”
“Kenapa kalian bertengkar?”
“Dia mengecewakanku, dia pulang dengan kondisi mabuk, aku memarahinya dan dia pergi.”
“Apa kau bilang? Dia mabuk??”
“Kenapa kau balik bertanya padaku, kau kan pacarnya, mestinya kau lebih tau dariku.”
“Aku tidak pernah melihat Lee mabuk sebelumnya, mungkin dia sedang ada masalah kak.”
“Sedang ada masalah atau tidak, bukan berarti boleh mabuk kan? Lagipula, apa masalah dia? Semua kebutuhannya sudah ku cukupi, apa yang harus dipermasalahkan lagi??”
“Justru itu masalahnya.. Itu saja belum cukup bagi Lee, dia pernah bercerita padaku, kalau dia sangat rindu menghabiskan banyak waktu denganmu, tapi kau malah sibuk kerja.”
“Kau pikir aku ingin seperti itu? Aku terpaksa bekerja lebih keras untuk membiayai hidup kami. Aku juga ingin banyak bersama dengannya, tapi apa boleh buat..”
“Apa kakak pernah menjelaskannya pada Lee?”


....


Aku dan gadis itu pergi mencari Lee kerumah teman-temannya, tapi tidak ketemu. Aku mulai takut kehilangan Lee. Aku tidak pernah berpikir bahwa Lee bisa saja pergi selamanya dariku. Malam itu, kami menemukan Lee sedang tidur di pinggir jalan, tepat di tempat dulu aku dan Lee pernah tidur. Lee melipat kakinya dan memeluk badannya sambil menggigil. Aku membopongnya pulang kerumah, dan membaringkannya ke kasur. Gadis itu menyelimuti Lee dengan selimut. Aku membuatkan bubur hangat dan memberikannya pada gadis itu.


“Tolong bangunkan dia, dan suruh dia untuk makan.”
“Kakak mau kemana?”
“Aku mau keluar sebentar.”



Aku keluar meninggalkan rumah, berjongkok dan menangis di luar..

“Ibuuuuuuuuuu.. maafkan akuuuuuuuu.. aku tidak berguna, aku tidak bisa menjaga adikku dengan baik, aku membuatnya kedinginan di jalan, aku memarahinya dan memukulnya, aku bukan kakak yang baik.. ibuuuuuuu.. maafkan akuuuuuuuu..”





to be continue..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar