Selasa, 14 Februari 2012

My Little Brother, Please Grow Up (Part 6)


Lee siuman di hari ke 7. Dia mencariku melalui seorang suster jaga.
“Kakak mu tidak bisa datang, dia hanya menitipkan pesan padaku untuk menjagamu dengan baik. Kau harus segera sembuh..”
“Kemana dia?”
“Dia bilang, dia saat ini sedang dinas diluar kota karena tuntutan pekerjaan.”
“Keterlaluan sekali, adiknya hampir mati dia malah enak-enakan ke luar kota.”
 
....

Seorang wanita dan seorang gadis menemuiku di kamar tempat ku di rawat. Wanita itu memberikan sisa uang hasil pembelian ginjalku. 3 minggu Lee di rawat dirumah sakit dan menghabiskan 10 juta untuk biaya perawatannya. Aku menjemput Lee, saat dia diperbolehkan pulang kerumah oleh dokter.

“Kau masih ingat untuk menjemputku kak?”
“Tentu saja, kenapa tidak ingat?”
“Tapi kau tidak ingat untuk menjagaku, saat aku belum siuman?”
Kau tidak tau Lee, aku berusaha keras menyeret tubuhku setiap malam untuk melihatmu di kamar. Betapa perihnya luka bekas jahitan operasi pada perutku yang harus kutahan untuk berjalan.
“Maafkan kakakkk..”
“Maaf katamu?? Bukankah kau hanya seorang pelayan di restauran? Kenapa kau bisa sampai di kirim keluar kota?”
“Seorang pelanggan di restauranku mengadakan pesta, dan ia memintaku untuk membantunya. Jadi aku terpaksa pergi.”

 Lee marah sekali padaku dan sejak saat itu hubungan kami jadi buruk.

....

Aku tau kondisiku tidak memungkinkan untuk bekerja di restaurant lagi. Jadi aku mencoba melamar pekerjaan di sebuah kantor, agar tidak terlalu capai. Tapi karena aku tidak punya ijasah, mereka menolakku.
 
“Mereka pikir, mereka siapa??? Tidak bekerja di perusahaanmu, tidak membuatku mati. Dasar siall..” aku kesal sekali dan melempar tasku ke lantai.
Tak sengaja tasku malah mengenai seorang pria yang sedang melintas.

“Maafffff..”

“Sedang apa kau?”
“Maaffff.. aku sedang mengumpat perusahaan ini, biar cepat bangkrut.”
“Hahaha.. memangnya kau ada masalah apa dengan perusahaan ini?”
“Kau bekerja disini?”
“Tidakkk.. aku hanya menemui temanku yang kebetulan bekerja disini..”
“Ohhh.. baguslah, lebih baik kau jangan bekerja disini. Perusahaan ini sombong sekali, tidak mau menerima orang rajin sepertiku, huh..”
“Kau sedang mencari kerja?”
“Tentu saja, kau pikir aku sedang apa disini? Tapi mereka malah menolakku mentah-mentah.”
“Memangnya kau lulusan universitas mana?”
“Apa? Universitas? Aku tidak sekolah..”
“Apa kau bilang? Kau tidak sekolah?? Hahaha.. tentu saja kau ditolak, jaman sekarang orang yang tidak bersekolah akan susah untuk bekerja di perusahaan.”
“Apa memang begitu?? Lalu, darimana aku harus mendapatkan uang untuk membiayai adikku?”
“Hmm.. kalau kau mau, kau bisa mencoba melamar di perusahaan tempatku bekerja.”
“Tadi kau yang bilang sendiri kalau orang seperti ku akan susah diterima di perusahaan manapun, tapi kau malah menyuruhku untuk melamar.”
“Tapi nasib orang kan beda-beda, siapa tau kau salah satu orang yang berbeda itu.”
“Mmm.. benar juga katamu.”


....


Dihari itu, aku berkenalan dengan Joe. Aku mencoba melamar di perusahaan tempat ia bekerja dan diterima. Kamipun bekerja 1 kantor dan menjadi teman akrab. Dialah teman pria pertamaku. Kami banyak menghabiskan waktu bersama, dan perlahan aku mulai menyukainya. Kata seorang teman prianya, Joe juga diam-diam menyukaiku.



 
to be continue..


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar