Minggu, 19 Februari 2012

Sekotak Kenangan (Part 15)

Setahun berlalu...

Aku pergi ke makam nenek bersama kakek. Nenek yang akan sangat kurindukan.

“Nenek.. aku datang bersama kakek. Bagaimana kabarmu disana?” aku menaruh bunga di atas makam nenek dan mengusap-usap batu nisannya. “Aku baik-baik saja nek. Lee baru saja dipromosikan di kantornya, ia naik jabatan nek, dan kami bisa membeli rumah yang lebih besar dari yang kami tempati sebelumnya. Dan aku.. aku masih menjaga mini market. Aku sering merindukan kedatangan seorang nenek untuk membeli kertas origami, dan tak bisa membayarnya karena lupa membawa uang. Nenekkk.. aku hidup sangat baik dan bahagia. Karena itu, kau juga harus berjanji padaku, akan hidup bahagia disana.” Aku tak bisa menahan air mataku saat itu. Kesedihan atas kehilangan seorang nenek yang ku anggap keluarga sendiri. Melihat aku menangis, kakek menepuk bahuku untuk menenangkanku.

...

“Kakekkk... ada hal yang ingin kutanyakan padamu.”
“Apa?? Katakanlah..”
“Kenapa kakek mau menunggu nenek, yang jelas-jelas hatinya tidak tertuju pada kakek??”
Kakek tersenyum dan mengusap kepalaku. “Apa hal ini pernah kau tanyakan pada nenek juga? Kalau pernah, pasti kau akan menemukan alasan yang sama denganku.. Kadang seseorang akan menunggu sesuatu dengan sangat sabar, meski kelihatannya apa yang di tunggu itu tidaklah jelas. Tapi itulah yang dinamakan kepercayaan, percaya bahwa apa yang ia tunggu tidak akan sia-sia, entah itu menghasilkan sesuatu yang baik atau buruk. Tidak peduli, seberapa keras orang akan mencoba untuk menyuruh kami untuk mundur, itu tidak akan berhasil, karena yang dapat menghentikan langkah kami adalah kami sendiri. Walau kelihatan seperti orang bodoh, kami juga manusia, yang jika lelah, kami akan berhenti, dan jika belum lelah, kami akan terus..”

...
 
Aku berhenti di depan toko roti, tempat aku dulu pernah meminta roti pada seorang wanita. Toko roti itu tidak banyak berubah, masih sama seperti dulu, hanya saja aku tidak melihat pria galak yang pernah memarahiku di meja kasir. Aku memperhatikan seorang ayah yang tengah memarahi anak laki-lakinya di depan toko roti.
 
“Ampunnn ayahhhh... ampunn ayahhh..” anak itu menangis ketika di pukul oleh ayahnya, karena telah membuang roti-roti yang diberikan oleh ayahnya.
“Kau ini, selalu menyia-nyiakan roti. Kalau kau seperti ini terus, kau akan menyesal saat kau sudah tidak punya roti lagi.”
Kelakuan pria itu mengingatkan aku pada pria berengsek yang sering memukulku ketika kecil.
“Ayah.. dimana dia sekarang??”

...

Aku menemuinya ke alamat yang diberi Lee padaku, sebuah panti jompo. Ayah merasa aku begitu menolaknya. Ia meminta pada Lee untuk menaruhnya ke panti jompo, agar tidak menyusahkan kami lagi. Aku melihatnya sedang bernyanyi dengan teman-teman pantinya yang sudah tua. Dari balik dinding aku mengintipnya dan merasa sangat menyesal. Aku berlutut, bersandar pada dinding dan menangis.

Setahun sudah dia tinggal disini, tapi aku tidak memperdulikannya. Ginjalnya ada bersama di tubuhku, tapi aku tetap membencinya. Aku sungguh keterlaluannnn...

“Heyyyy... siapa gadis ini?? Kenapa menangis disini nak?”
Seorang pria tua menunjukku dan berteriak memanggil teman-temannya untuk keluar melihatku.
“Sisiiiiiii.. apa yang kau lakukan disini??” ayah mendapatiku dan memapahku untuk berdiri.
“Ayahhhhhhhhhhhhhhhhhhh...” untuk pertama kalinya, aku memeluk ayahku.
“Ayah disini nak, apa yang kau tangiskan??”
“Maafkan aku.. aku telah jahat padamu. Aku terlalu membencimu dan begitu keras kepala untuk tidak memaafkanmu.”
“Tidak apa nak, aku tau kalau aku sangat melukaimu waktu dulu. Aku memang pantas diperlakukan seperti itu.”
“Tidak ayahhhh.. aku yang seharusnya minta maaf padamu. Semua orang bisa berbuat salah, seharusnya aku tau itu. Maafkan akuuuu..”
“Sudahhh.. Sudahhh.. jangan di ingat-ingat lagi, yang penting kau telah memaafkan aku. Dan aku juga sudah memaafkanmu..”

Aku telah memaafkan ayah dan hubungan kami menjadi baik. Meski banyak goresan luka yang pernah ayah torehkan di hidupku, tapi ayah tetaplah ayah, sekalipun aku berlari ke ujung dunia, status itu tidak akan berubah. Benar kata Jack, manusia seringkali hanya mengingat pada rasa lukanya saja, bukan pada hal apa yang dapat ia pelajari saat terluka. Manusia kerap kali menyesal saat ia telah kehilangan. Dan aku tidak ingin menjadi salah satu dari manusia tersebut.


Setelah pertemuan nenek dengan pria yang ia tunggu-tunggu itu. Nenek meminta maaf pada kakek, karena telah membuatnya menunggu. Nenek selama ini terlalu fokus pada masa lalunya dan mengabaikan masa yang ia jalani saat itu. Kakek tentu memaafkannya, karena bagi kakek, semua orang berhak memiliki memori yang disimpan dalam hati mereka masing-masing.
 
Seperti memoriku pada ayah yang begitu menyedihkan saat dulu. Aku telah memutuskannya untuk menyimpan memori tersebut kedalam sebuah kotak.

 Sekotak kenangan ku tutup rapat-rapat, biarlah apa yang pernah terjadi kusimpan hanya untuk pengingat bukan sebagai pembuat keputusan untuk menyesal..

~(_'_)~Finish~(_'_)~




Sekotak Kenangan (Part 14)

Setelah kejadian itu, nenek tidak pernah datang lagi ke mini market untuk membeli kertas origami. Dulu ia begitu rajin kemari, meski selalu lupa bawa uang untuk membayar. Nenek telah membuat burung-burungan dari kertas origami lebih dari 1000 keping. Ia berkata bahwa, ia akan terus membuatnya sampai ia berhasil bertemu kembali dengan pria yang selama ini ia tunggu. Pria itu sudah di temui si nenek, apa karena itu nenek tidak membeli kertas origami lagi?? Lamunanku buyar dalam sekejab saat tersontak kaget mendengar deringan dari ponselku.

“Halloooo...”
“Kakakkkkkkkk.. ini Dheaaa. Nenek masuk rumah sakit kak.”
“Apaaaaaaaaaaaaa??? Nenek masuk rumah sakit??”

Aku segera menelepon teman kerjaku untuk menggantikan shift kerjaku. Dan langsung bergegas pergi menemui nenek di rumah sakit. Sesampainya disana, aku melihat semua keluarga sudah menangisi nenek yang terbaring di ranjang dengan alat bantuan pernafasan pada hidungnya. 

Kakek mengusap-usap dahi nenek dan menciumnya. “Cepatlah sembuh, istriku.”
“Apa yang terjadiii?? Nenek kenapa??” aku bertanya kepada kakek yang terus menggengam tangan nenek.
“Nenek mengalami serangan jantung tadi pagi dan langsung dibawa kerumah sakit, saat ini dia koma. Dokter tidak bisa memastikan sampai kapan dia akan sadar.”
 
Apa ini karena nenek sangat sedih?? Kasihan sekali nenek..

Beberapa menit setelah kedatanganku, aku melihat pria itu masuk dari pintu kamar dan menghampiri tempat nenek terbaring. Ya, pria yang selama ini nenek tunggu! Kakek menyingkir dan membiarkan pria itu mendekati tubuh nenek.

“Maaf, telah membuatmu menungguku selama ini. Nomor telepon yang kau beri, luntur tercuci di saku celanaku, karena itu aku tidak dapat menghubungimu. Saat berada di luar negeri, aku bertemu dengan seorang gadis dan jatuh hati padanya, aku berpacaran dengannya dan kemudian kami menikah. 40 puluh tahun yang lalu, aku kembali dari luar negeri, dan hendak menemuimu untuk meminta maaf. Sesampainya aku dirumahmu, aku melihat seorang pria keluar dari pintu dan mencium keningmu. Saat itu aku segera mengurungkan niatku, karena aku berpikir jika aku tetap muncul ke kehidupanmu lagi, aku hanya akan merusak kebahagiaanmu. Walau aku tau saat itu aku belum meminta maaf, tapi aku memutuskan untuk tidak muncul lagi dihadapanmu. Aku tak tau kalau kau terus menungguku seperti ini, aku sungguh-sungguh meminta maaf padamu, karena telah mempermainkanmu.. Lihatlah, kau masih punya seseorang yang mencintaimu lebih dari aku. Lupakanlah aku, aku tau kau pasti bisa.. Aku pergi..”

Seketika itu juga, air mata nenek terjatuh. Ini pasti sangat menyakitkan bagi nenek. Orang yang selama ini nenek tunggu, malah yang menyuruh nenek untuk melupakannya. Pria itu langsung pergi meninggalkan kamar tempat nenek dirawat. Aku kesal sama sikapnya itu dan segera mengikutinya.

“Berhentiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii...” aku berteriak ke arahnya dan berhasil memberhentikan langkahnya. “Apa yang telah kau lakukan pada nenek, sampai ia mau menunggumu begitu lama?”
Pria itu membalikkan badannya ke arahku dan menunduk.
“Ini salahku.. andai saja, aku tidak mengatakan kalau aku masih mencintainya, saat bertemu dengannya di pesta waktu itu, dia pasti tidak akan menungguku seperti itu.”
“Apa kau bilanggg??? Jadi kau pernah bilang kalau kau masih mencintainya?? Itu sebabnya nenek masih berharap padamuu?? Kau keterlaluannnnnnnnnnn...” Aku sangat kesal dengan perbuatan pria itu. Karena kesalnya,aku berlari kearahnya dan terus memukulinya dengan tanganku.
“Kakakkkkkkkkkkkkkkk.. kakakkkkkkkkkkkk.. hentikannnnn..” Dhea datang dan menangkap badanku. Tapi aku terus meronta-ronta dan berharap bisa memukul pria itu sampai puas.
“Kakakkkkk.. hentikannnn..”
“Kalau kau tidak yakin dengan perasaanmu, seharusnya kau tidak memberi harapan padanya, kau tau ituuu?? Jangan berbuat kejam. Kau yang suruh ia menunggu teleponmu, tapi kau juga yang menyuruhnya untuk melupakanmu. Itu sangat tidak adillll...”
 
 Aku terus memarahinya dengan berteriak-teriak di depan kamar nenek, sampai beberapa suster datang dan mencoba untuk menenangkanku.

“Istrikuuuuuuuuuu.. istrikuuuuuuuuuuu...” sebuah teriakan muncul dari dalam kamar nenek. Dhea bergegas berlari masuk ke kamar. Sedangkan aku masih menatapi pria didepanku yang kini sedang menangis setelah kumarahi.

“Kakakkkkkkkkkkk.. nenek telah pergiiiiiii..” Kata Dhea dari balik pintu.

Aku tersungkur duduk di lantai karena lemas mendengarnya. Nenek yang selama ini kusayangi pergi seperti ini. Tidak akan ada lagi nenek yang membeli kertas origami, tidak akan ada lagi nenek yang melipat burung-burungan kertas bersamaku, tidak akan ada lagi nenek yang menyuapi roti yang ia bawa dari rumah untukku, tidak akan ada lagi nenek yang lupa membawa uang, tidak akan ada lagi nenek yang memukuliku dengan sapu karena tak mengenaliku..

"Nenekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk...."


to be continue..




Sabtu, 18 Februari 2012

Sekotak Kenangan (Part 13)

“Apa kau sedang ada masalah?” pria itu memberiku secangkir capucino dan kami berbincang-bincang di ruang tamu toko.

“Sejak kapan kau buka toko seperti ini?” aku mengamati seluruh isi toko hewan milik pria itu.
“Mmm.. kira-kira sejak 7 tahun yang lalu. Dulu aku bekerja di sebuah jasa photography, tapi semenjak pemiliknya meninggal dunia, aku mencoba membuka usaha sendiri.”
“Apa pemiliknya, orang yang mengajarkan kau tentang banyak hal itu?”
“Iyaaaaa...” pria itu menyenderkan badannya ke kursi yang ia duduki dan melayangkan pandangannya ke langit-langit. “Pria malang itu, banyak sekali mengajarkanku tentang arti hidup. Bagaimana caranya menghargai apa yang kita miliki, bagaimana cara mencintai seseorang dengan tulus, bagaimana cara memaafkan seseorang..”
“Berhenti sampai disitu.. Aku tertarik dengan hal yang terakhir.”
Pria itu tersontak kemudian menatapku serius. “Hahaha.. apa kau sedang membenci seseorang?”
“Mmmm..” aku mengangguk. “Dia ayahku.”
“Bagaimana bisa kau membenci ayahmu sendiri?”
“Dia telah banyak menyakitiku, ucapannya, perbuatannya, tak ada hal baik yang ia sisakan di hidupku.”
“Apa  benar tidak ada hal baik sedikitpun???”
Aku berpikir keras mengingatnya. Lalu aku teringat tentang donor ginjal yang dilakukan pria berengsek itu untukku.

“Hei nona, jawaban untuk pertanyaanmu itu sangatlah sederhana. Kenapa kau tidak bisa memaafkan ayahmu, karena kau takut akan terluka lagi. Ketakutan itu muncul dari pikiranmu sendiri yang kemudian menyulitkanmu untuk memberi maaf. Kalau kau pernah merasakan betapa sakitnya dilukai, jangan sampai kau melukai. Tidak memaafkan adalah bagian dari proses melukai. Andai saja kita tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidup ini, mungkin kita tidak akan dapat belajar arti dari memberi maaf dan meminta maaf.”
 

...

El kembali menemui Lee di kantor. El telah sadar bahwa selama ini yang ia lakukan adalah salah.


“Leee...”
“Nyonya presdir..”
“Maaf, kalau aku menggangumu lagi. Aku hanya ingin bilang terima kasih.”
“Terima kasih untuk apa?”
“Kau telah menyadarkanku. Aku memang telah mencintainya. Aku kira cintaku padanya bertepuk sebelah tangan, karena ia terus-menerus menyuruhku untuk kembali dengan lelaki yang pernah mencampakkanku. Waktu aku bertanya padanya, bagaimana Sam menurutmu?? Sky malah bilang, ia dia sangat cocok untukmu, dia pria yang baik. Padahal aku ingin sekali dia berkata bahwa dialah pria yang pantas untukku. Asalkan waktu itu dia bilang padaku, jangann.. jangan menikah dengan Sam.. Aku pasti akan menghentikan niatku itu. Tapi Sky tidak melakukannya. Karena itu, aku memutuskan untuk mencintainya diam-diam. Selepas kepergian Sky dan mengetahui bahwa Sky diam-diam mempunyai perasaan yang sama untukku, aku terus menyiksa diriku dengan perasaan menyesal. Coba saja aku menyadari hal itu lebih awal, pasti aku sudah bersamanya, tidak akan membiarkan Sam melamarku, tidak akan membiarkan Sky meliput prosesi foto prawedku. Tapi penyesalanku itu terlalu terlambat.”
“Itu karena Sky tidak tau kalau kau diam-diam juga menyukainya nyonya, karena itu ia mendukung hubunganmu dengan Sam. Ia pasti mengira, bahwa kau akan menemukan kebahagiaan bersama Sam. Jadi dia membiarkanmu.”
“Ia, aku tau itu setelah membaca blog yang ditulisnya tentangku. Aku merenungi kesalahanku selama ini. Aku telah gagal menjaga cintaku, dan aku tidak ingin gagal untuk kedua kalinya. Maafkan aku, kalau aku terus memanggilmu Sky, itu karena kalian sangat mirip.”
“Tidak apa nyonya.”
“Mulai sekarang, aku tidak akan memanggilmu Sky lagi, dan akan berhenti menyalahkan diriku sendiri.”
“Ya, itu lebih baik nyonya. Berhentilah mengingat apa yang telah hilang darimu, dan belajarlah menjaga apa yang masih kau miliki saat ini.”

Sejak saat itu, El tidak lagi memanggil Lee dengan nama Sky. El kembali menjalani hidupnya bersama Sam. El meminta maaf pada Sam karena telah melukainya dengan ingatan-ingatan masa lalu tentang Sky. Karena cinta, kita bisa terlalu ingat akan masa lalu. Dan karena cinta juga, terkadang kita bisa lupa akan masa yang kita jalani sekarang.



to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 12)

Aku, Dhea, dan nenek pergi kerumah pria itu. Nenek kelihatan sangat cantik hari itu, dia mengunakan baju merah, celana hitam dan syal hitam. Mungkin hari inilah yang ia tunggu-tunggu sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu..

Kamipun tiba didepan rumah pria itu..

“Pagar rumahnya masih sama seperti yang dulu.” Kata nenek sambil memegangi pagar putih rumah pria itu.
“Ayu nenek, kita segera menemuinya.” Kata Dhea penuh semangat kemudian berlari ke arah pintu dan mengetuk pintu rumah pria itu.

Aku menuntun nenek yang jalannya sudah goyah, ke depan pintu rumah pria itu. Mata nenek berbinar-binar ketika melihat seseorang di masa lalunya membukakan pintu, nenek memeluknya.
“Kakkk.. sepertinya pria itu keturunan jepang yah, pantas saja nenek naksir.” Kata Dhea sambil terus memotret-motret nenek dan pria itu.
“Ssttttt.. kau ini, merusak adegan saja. Jangan bicara lagi, aku sedang menyimak.”
“Iyaaaa.. iyaaa.. aku diam..”

Melihat nenek menangis, pria itu tersenyum sambil berkata : “Seharusnya kau berhenti menungguku.”
Seketika itu juga, nenek tersinggung mendengar kata-kata dari pria itu dan langsung membalikkan badannya, dan memaksaku untuk segera mengantarnya pulang.

“Apa hanya begini saja??” Dhea kebingungan melihat nenek yang tanpa sepatah kata, meninggalkan pria itu.

Aku cukup tau bagaimana kesedihan yang nenek rasakan saat itu. Tanpa membahas apapun selama perjalanan pulang, aku mengantarkan nenek ke rumah. Sesampainya di rumah, seperti biasa kakek telah menunggunya didepan pintu, tapi nenek tidak menghiraukan kakek, dan masuk kerumah begitu saja. Kakek cukup menyadari bahwa sikap dari nenek itu menggambarkan kesedihan yang sedang ia rasakan, jadi kakek segera masuk kerumah dan menghibur nenek.
 

 ...

Hahhh.. Aku tidak menyangka, kalau kejadiannya berlalu begitu saja secara cepat. Setelah mengantar nenek pulang, aku memutuskan untuk berjalan-jalan santai sebentar untuk menghirup udara segar.

“Nona, apa itu kau??” tanpa kusadari, aku melewati sebuah toko tempat pria yang pernah membeli paku di mini marketku bekerja.

"Wahhh.. disini rupanya tokomu?? Aku tidak sadar kalau melewatinya."
"Hahaha.. apa kau mau mampir??"
"Iyaaaa.. kebetulan, aku sedang butuh teman untuk berbincang..”


to be continue..



Sekotak Kenangan (Part 11)

Aku kembali kerumah, Lee kembali bekerja, dan pria itu tidak pernah kutemui lagi dirumah, aku tidak tau kemana perginya pria berengsek itu, dan aku tidak mau tau. Karena terlalu lama tidak masuk kerja, esoknya aku mulai bekerja lagi. Di hari itu, ada seorang pria yang lebih dari dari 3 kali kembali ke mini market untuk membeli sekotak paku.

“Tuan, apa kau juga pikun?”
“Apa??”
“Kenapa kau kembali lagi untuk membeli paku? Apa kau lupa, beberapa jam yang lalu baru saja membeli sekotak paku dari sini.”
“Ohhh itu. Aku tidak lupa kok nona. Aku memang kembali untuk membeli paku lagi. Aku sedang membuat sebuah rumah untuk anjingku. Bagian yang paling kusuka dari proses pembuatan rumah tersebut, adalah bagian saat aku mengukir nama anjingku ke sebuah papan dengan susunan paku yang kupantek ke kayu.”
“Wah, pasti kayu itu sangat kesakitan yah karena paku-pakumu itu.”
“Ya, memang disisi lain, itu sangat tidak adil bagi si kayu, karena dia harus dilukai dengan banyaknya paku yang menusuk dirinya dengan tajam. Tapi disisi lain, si kayu itu nanti akan menjadi kayu yang cantik karena paku-paku tersebut.”
“Lalu, kenapa kau tidak membeli paku-paku tersebut dalam jumlah yang banyak, sekaligus? Dan kenapa harus banyak paku yang kau gunakan?”
“Untuk pertanyaan pertama, itu karena aku kurang mempersiapkannya. Untuk pertanyaan kedua, itu sama seperti hidup ini nona. Kadang, luka diijinkan mampir di kehidupan kita, agar kita bisa belajar memaknai perjalanan hidup ini. Namun, seringkali kita terlalu fokus mengingat proses terlukanya, bukan pelajaran dari hasil luka yang kita dapat. Seringkali, untuk menyadarkan manusia, sekali lukapun belum cukup. Karena itu, beberapa paku lainnya diijinkan kembali menghujam hatimu. Memang kelihatannya sangat menyedihkan, tapi lihatlah hasil akhir dari paku-paku itu nanti, kau akan mendapatkan hasil yang indah.”
“Kau begitu bijaksana tuan..”
“Hahaha.. jangan memujiku seperti itu nona. Aku belajar hal itu dari seorang temanku yang sudah meninggal. Baiklah, sepertinya aku harus segera kembali untuk meneruskan pekerjaanku.”
“Baiklah tuan, terima kasih telah datang. Jangan lupa datang kembali.”
“Nona, kalau kau sedang ada waktu luang, mampirlah ke tokoku. Ini alamatnya.” Pria itu memberikan kartu namanya padaku.
 
...

Seusai shift jagaku, aku segera menemui nenek dirumahnya.
“Kakakkkkkkkk.. kau sudah datang? Ayu cepat ikut aku”  Dhea menyambutku di depan pagar dan segera menarikku ke halaman rumah. Ia memasang tripod dan mengatur kameranya, 5 meter dari tempat aku dan nenek berdiri. “Ayu kita foto dulu.”
“Untuk apa??”
“Sudah ikuti saja kak. Nenekkkk.. nenekk.. taruh jari telunjungmu didepan bibir, seperti ini.”
 
Cekrekkkkkk~

“Kenapa berfoto? Apa ada acara khusus??”
“Aku hanya mencoba kamera kak. Bukankah kita mau melihat nenek bertemu dengan pujaan hatinya?? Ini moment yang harus di abadikan.”
“Kau iniiiii.. Baiklah, kalau begitu, ayu segera berangkat, aku sudah tidak sabar.”
“Let’s gooooo!!!” Dhea melipat tripodnya dan menaruhnya ke dalam rumah nenek. Lalu ia mengalungi kamera di lehernya.
“Kakek tidak ikut??”
“Tidakk, dia tidak mau ikut.”
 

Kasihan sekali kakek, apa hatinya sedih?? Apa yang akan terjadi setelah pertemuan ini? Apakah setelah bertemu dengan pria itu, nenek akan kembali padanya dan meninggalkan kakek?? Aku senang mereka akhirnya bisa dipertemukan, tapi aku sedih kalau nenek harus meninggalkan kakek karena masa lalunya itu.



to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 10)

Selama masa pemulihan, aku terus dirumah sakit untuk berbaring. Aku tidak masuk kerja dan tidak bertemu nenek. Nenekkkk, bagaimana kau pulang? Aku sungguh mengkhawatirkanmu.

“Sisiiiiiiii..” pria berengsek itu masuk ke kamarku bersama Lee.
“Untuk apa kau kesini?? Pergi sana..”
“Kak, kau tidak boleh seperti itu pada ayah. Jangan kasar padanya.”
“Lalu, aku harus bagaimana menghadapinya? Dia cukup memberikan luka yang dalam padaku.”
“Tidak apa-apa Lee, aku akan pergi dari sini.”
“Kakkk.. apa kau tau? Dokter bilang kau tidak bisa bertahan hidup dengan sisa ginjalmu itu, jadi dia menyarankan untuk mencari donor ginjal baru buat kakak, dan ayah telah mendonorkannya untukmu.”
“Apa kau bilang?? Pria itu telah mendonorkan ginjalnya untukku?”
“Iya, ayah telah mendonorkan ginjalnya untukmu kak.”
“Aku tidak pernah mengharapkan ginjalnya ada pada tubuhku. Cepat panggil dokter, dan suru dia mengambil ginjal pria itu dari tubuhku. Aku lebih rela mati daripada harus hidup dengan ginjal orang yang sangat ku benci. Aku tidak membutuhkan ginjalnya!!”
“Sudahlah Lee, aku tidak apa-apa. Aku akan pergi dari sini.”
Pria berengsek itu pergi dari kamarku. Dan aku sangat kesal mendengar apa yang dikatakan pada Lee.


“Kak, kau sungguh keterlaluan.. Kalau kau seperti itu, apa bedanya kau denganku waktu dulu? Tidak tau terima kasih dan egois.”

Lee marah dan meninggalkan aku. Aku menangis karena marah. Apa aku salah punya perasaan benci pada pria berengsek itu? Aku benci keadaan yang kuhadapi saat ini. Kenapa harus begini? Ibu, apakah aku bisa memaafkan pria itu?
 

...


Sudah beberapa hari Lee tidak masuk kantor karena menemani Sisi di rumah sakit. El terus mencari Lee setiap hari di kantor, tapi Lee tak kunjung masuk. Setelah mengetahui bahwa kakaknya Lee masuk ke rumah sakit, El segera menemui Lee dirumah sakit.Lee.
 
“Skyyyyyyyyy..”
“Nyonya presdir, sedang apa kau disini?”
“Skyyyyyyy... aku sangat merindukanmu. Aku benar-benar gila karnamu. Dengarkan aku Sky, aku tidak peduli dengan apapun, aku tetap ingin bersamamu, kemanapun kau pergi, aku akan ikut bersamamu.” El memeluk Lee dengan sangat erat.
“Nyonyaaaa.. nyonyaaaa.. dengar nyonyaaaa...” Lee melepaskan pelukan El. “Pertama, aku sudah katakan padamu, kalau aku bukanlah Sky, sahabatmu itu. Aku Lee.. Lee, karyawan di perusahaan suamimu. Kedua, apa yang kau katakan? Sekali lagi aku bukan Sky, jadi aku tidak akan membawamu pergi kemanapun nyonya.”
“Leeeeeeeeeeeeeee...” teriak Reyne yang melihat mereka berdua di depan kamar Sisi, lalu menghampiri mereka. “Ada apa ini?? Dia siapa??”
“Nyonya, aku ingin bertanya padamu, apa kau mencintai Sky??”
“Ia, aku mencintainya. Aku mencintainyaaa... aku mencintainya tanpa dia tau aku telah mencintainya.”
“Biar kuberitahu, Sky itu adalah masa lalumu. Di masa sekarang, kau sudah memiliki pak presdir. Apakah kau tidak pernah memikirkan perasaan pak presdir? Bagaimana rasanya melihat orang yang ia cintai justru mencintai orang lain?” kata Lee dengan tegas kepada El, lalu menarik tangan Reyne untuk pergi meninggalkan El.

El hanya terdiam dan sambil merenungkan kata-kata yang diucapkan Lee barusan. Selama ini, dia lupa untuk menjaga perasaan Sam, yang pasti terluka karena El terus mengingat Sky.


to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 9)

“Kakak kemana yah?? Kemarin dia sendiri yang janji untuk bertemu denganku disini. Tapi kenapa tidak datang-datang. Apa dia sama pikunnya seperti nenek?”

Dhea menunggu Sisi di Cafe Sunday, tapi Sisi tak kunjung datang. Akhirnya, Dhea memutuskan untuk ke tempat nenek pernah bersekolah, untuk mencari informasi tentang pria yang dicintai nenek selama ini.


Sesampainya Dhea di sekolah nenek, ia segera ke perpustakaan untuk mencari buku tahunan sekolah.
“Idihhhhh.. kenapa rambut anak cowok jaman dulu rata-rata mirip elvis?? Kribo semua.. Jaman dulu, mereka sudah mengenal Gatsby belum yah?” Dhea terus-menerus mengkomentari foto demi foto yang ia lihat dari buku tahunan sekolah.
“Wahhhhhhhhh.. ini nenekkk!!! Kok mukanya seperti Betty Lavea? Wahhh.. pasti ini karena obsesi berlebihan. Wahhh, bener mirip sekali, hanya kurang gigi kawat.” Dhea tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul meja perpustakaan.
“Kamu bisa tenang tidakkk??” penjaga perpustakaan melempari Dhea dengan kapur.
“Ehehe.. he.. maaf pak, tidak akan ku ulangi lagi.” Dhea menundukkan kepalanya, lalu kembali membalik lembar demi lembar buku tahunan.
“Ini diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!” teriak Dhea.
Penjaga perpustakaan kesal dan menyeret Dhea sambil menjewer kupingnya keluar perpustakaan.
“Ahhhhh.. kasar sekali bapak itu.. Ku sumpahi kau di culik Alien nanti malam!!! Huh.. untung saja aku sempat mencatat alamat pria yang nenek cari.”
 
...
 
Aku tidak tau sudah berapa hari aku tidak sadarkan diri, setelah pingsan. Yang aku ingat, aku sempat bertemu dengan ibu.

“Pagiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii..”
“Dheaaaa, kenapa kau bisa kesini? Siapa yang memberitahumu?”
“Penjaga kasir di mini market tempat kakak bekerja. Pantas saja kau tidak datang waktu itu. Ku kira kau sudah pikun seperti nenek.”
“Yang benar saja, aku terlalu muda untuk pikun. Maafkan aku yah, aku tidak bisa datang menemuimu.”
“Tidak apa-apa kak, kau kan sedang sakit. Ohya kak, aku sudah menemukan pria yang ditunggu nenek.”
“Benarkah?? Bagaimana ceritanya??”
“Aku mencari alamat pria itu di buku tahunan sekolah dan mendatangi kerumahnya.”
“Apa semudah itu mencarinya?”
“Aku belum selesai kak. Kau tau tidak kak, aku sampai di jewer oleh penjaga perpustakaan.”
“Hahaha.. Aku bisa membayangkan ulahmu. Lalu?”
“Lalu aku mendatangi alamat itu. Dan ternyata...”
“Ternyataaa??”
“Pria itu ada disitu.”
“Apaaa?? Tidak mungkin, bukankah nenek pernah bilang kalau rumah lama pria itu sudah ditempati oleh penghuni yang baru. Dan bukankah pria itu ada di luar negeri sekarang??”
“Dia sudah kembali sejak 40 tahun yang lalu kak. Dan membeli rumahnya lagi untuk ia tempati. Kau tau kak?? Selama ini dia juga mencari nenek.”
“Benarkah itu?? Apa kau sudah memberitahu nenek??”
“Belummm.. aku ingin langsung mengajak nenek ke rumah pria itu. Tapi aku ingin membawa nenek bersamamu. Kau tidak mau ketinggalan kelanjutan kisah ini kan kak? Karna itu, cepatlah sembuh.”
“Tenang saja, besok aku sudah diijinkan pulang oleh dokter. Jadi secepatnya kita bisa pergi bersama untuk mempertemukan nenek dengan pria itu. Aku sudah tidak sabar melihat mereka bertemu lagi. Tidak kusangka, selama ini mereka saling mencari.”



to be continue..

Jumat, 17 Februari 2012

Sekotak Kenangan (Part 8)



“Kau dimana kak?” tanya Lee di ujung telepon.
“Aku sedang perjalanan pulang dari rumah nenek.”
“Sudah malam, apa tidak takut?”
“Takut pada siapa?? Tenang saja, aku akan baik-baik saja.”
“Aku akan menyusulmu kak, kebetulan aku berada didekat jalan yang kau lalui.”
“Baiklah, aku sambil jalan pulang ya.. Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhh...”
Tiba-tiba seorang menjambret tasku.
“Kakakkk, kau kenapa??”
“Tas ku di jambret Lee, aku akan mengejarnya..”
“Kakakkkkkkkkkk... kakakkkkkkkkkkkkkkkkkkk... jangan mengejarnya.. hallo kakkkkkkkkk.. kakkkkk..”
Aku mengejar lari orang itu yang sangat cepat. Aku mengejarnya sampai lelah, sampai jauh, sampai perutku mulai sakit, dan sampai aku tersungkur jatuh ke lantai.

...

Seseorang membawaku kerumah sakit. Aku melihat seorang suster memasangkan alat bantu pernapasan untukku saat dalam perjalanan ke rumah sakit. Tubuhku diangkat ke kasur dorong dan dibawa ke UGD, setelah itu mataku menjadi kabur dan tidak ingat apa-apa lagi.

Yang ku ingat setelahnya, aku sudah berada di suatu tempat yang kosong. Sekelilingku putih dan tidak ada siapa-siapa.
 
“Sisiiiiiiiiiii...”
Aku melihat ibu mengenakan gaun putih yang sangat cantik, muncul di hadapanku.
“Ibuuuuuuuu.. ibuuuuuuuuuuuuuuuu?? Apakah itu kau, ibu??”
“Sisiiiiiiii..” ibu membuka kedua tangannya, dan aku segera berlari kearahnya untuk memeluk.
“Ibu, aku rindu padamu.”
“Aku juga rindu padamu, anakku.”
“Ibu, bawa aku bersamamu. Aku ingin ikut ibuuuu...”
“Tidak Sisi, kau tidak boleh ikut ibu. Kau harus tetap bersama Lee dan ayahmu.”
“Ibu, aku tidak ingin bersama ayah. Aku sangat membencinya, aku tidak mau dengannya, jadi bawa aku bersamamu bu.”
“Sisi, dengarlah perkataanku. Sekalipun dia pernah menjahatimu, dia tetap ayahmu. Darah lebih kental dari apapun. Sekalipun pernah melukai, kau tidak boleh terus terluka karena mengingat rasa sakitnya terus-menerus. Kau harus dapat menyembuhkan lukamu itu dengan mengampuni ayahmu.”
“Tapi aku tidak bisa buuu, aku tidak bisaaa..”
“Kau pasti bisa, anakku..”
 

...

“Dokter apa yang terjadi pada anakku?”
“Apa kau orangtuanya?”
“Ia, aku orangtuanya, dia anakku Sisi..”
“Ginjal anakmu sudah tidak kuat lagi karena dipaksa bekerja keras oleh tubuhnya. Jadi, yang saat ini ia butuhkan adalah donor ginjal yang baru.”
“Kalau gitu, ambil ginjalku dok.. Tolong ambil ginjalku sekarang juga?”
“Ayahhhh.. mana bisa seperti itu. Kau tidak bisa mendonorkan ginjalmu begitu saja pada kakak.”
“Diam Lee, jangan menghalangiku. Aku akan mendonorkan ginjalku pada Sisi, anggap saja ini bentuk permintaan maafku padanya. Aku tidak dapat melakukan apa-apa untuk menebus kesalahanku yang lalu, hanya ini yang bisa kulakukan untuk Sisi..”
“Ayahhhhhhhhhhhhhhh...”


to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 7)


Kakek meneleponku untuk membawakan kertas origami ke rumah. Nenek tidak bisa keluar karena kakinya sedang sakit, jadi aku mengantarkan kertas origami untuknya.
 
 “Nenekk, apa kau baik-baik saja??”
“Aku tidak apa.. Cuma sedikit pegal..”
“Nenekk, kau terlalu lelah karena sering berjalan keluar. Lebih baik, biarkan aku yang mengantarkan kertas origami kerumahmu setiap hari.”
Nenek tetap melipat kertas origami di tangannya tanpa menghiraukan perkataanku.
 
“Nenekkkkkkkkkkkkkk.. aku datanggggggggggggggg...” sebuah suara muncul dari balik pintu kamar nenek.
“Kauuuuuuuuuuuuuuuuuuu??”
“Kakakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk...”
Ternyata yang datang adalah gadis yang hampir kusambit dengan sendal di bioskop.
 
“Sedang apa kau disini?? Nenekkk.. nenekkk.. anak ini yang membuat kita basah kuyup waktu itu..”
“Dia cucuku..”
“Apaaa??”
“Hehehe.. he..” gadis itu memasang wajah tak berdosa. “Kakak, maafkan aku, aku tidak sengaja waktu itu. Aku tidak tau kalau nenek dan kakak ada disitu.”
Hampir saja gadis itu kujitak, tapi karena aku menghormati nenek, aku mengurungkan niatku.
 
...

“Nenek juga manusiaaa, punya rasa punya hatiii, jangan samakan dengan pisau belatiiiiiiiiiiiii..”

Gadis itu konyol sekali. Ia mengajak nenek berkaraoke di ruang tengah. Ia juga mendandani nenek dengan mengikatkan saputangan di kepala nenek agar mirip dengan penyanyi rock n roll, dia juga menyuruh nenek memegang sapu yang diumpakan sebagai gitar. Hahaha.. nenek dengan polosnya menuruti apa kata gadis itu, bergaya dan menari. Belum pernah aku melihat nenek tertawa selepas itu.

“Tapi kini dia menghilang dan tak tau entah dimana, diarikuuuu ku merindukannyaa aaa.. pujaankuuuu.. engkau ada dimanaaaaaaaaaa....”
Kali ini, gadis itu menyanyikan lagu sedih sampai membuat nenek menjadi menangis.
 

 Aku geram dan memukul kepala gadis itu. “Kau iniiiiiiiiiii.. kenapa menyanyikan lagu sedih didepan nenek?”
“Aduhhhh.. duhhhh..” teriaknya sambil mengelus-elus kepala. “Aku tidak tau, nenek selabil itu. Lagipula, pria itu kan masa lalu nenek, kenapa masih di ingat-ingat.”
“Aku juga heran, sampai kapan nenek akan menunggu pria itu?”
“Kak, bagaimana kalau kita sama-sama mencari keberadaan pria itu??”




to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 6)

Di hari minggu, aku janjian dengan Milly, seorang teman kerjaku dulu di restaurant. Kami pergi bersama untuk pergi menonton bioskop. Hari itu, loket bioskop ramai sekali, jadi kami terpaksa mengantri lama.
“Sisi, apa kau sudah pernah coba makan di cafe yang pernah kubilang dulu?”
“Ohhhh.. Cafe Sunday itu, sudah.. aku datang bersama seorang nenek dan makan beberapa pasta disana.”
“Gimana, apa enak makanannya??”
“Mmmm..” aku mengangguk. “Enak sekali, kapan-kapan kita makan bersama yah disana..”
“Baiklah.. kapan-kapan aku akan traktir kau di Cafe Sunday, cafe itu memang terkenal menjual makanan pasta yang enak-enak..”
“Berhentiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii” tiba-tiba seorang gadis yang mengantri tepat dibelakangku, berteriak.

Aku menutup telingaku yang berdenging akibat teriakan gadis itu.
“Nonaaaa, apa yang kau lakukan? Kenapa berteriak di kupingku??”
“Ahhh.. hahaha.. maaf, aku tidak sengaja. Aku menjadi sensitif ketika mendengar nama cafe itu di sebut-sebut.”
“Cafe Sunday maksudmu? Memangnya ada apa dengan cafe itu?”
“Cafe itu menyimpan kenangan yang buruk untukku. Aku pernah memergoki orang yang ku cintai sedang berkencan dengan sahabatku sendiri, di cafe itu.”
“Kasihan sekali, lalu apa yang kau lakukan?” Milly bertanya pada gadis itu.
“Aku mengambil selang dari taman, dan menyiram mereka berdua melalui selang air itu.”
“Apaaaa?? Kapan kejadian itu??”
“Seminggu yang lalu.”
“Apa kau bilanggg?? Jadi kau yang membuat hujan lokal di cafe itu seminggu yang lalu??”
“Kakak, kenapa kau tiba-tiba marah?”
“Keterlaluan sekali.. apa kau tau, saat itu aku sedang ada disana. Aku sedang melipat burung-burungan kertas bersama seorang nenek, dan karna perbuatanmu, burung-burungan kertas yang kami buat basah semua, kau tau itu?? Bukan hanya itu saja, nenek juga basah kuyup karena air yang kukira hujan di cuaca yang sangat panas. “
“Apaa?? Hehe..he..he.. maaf kakak, aku tidak sengaja.”
“Tidak sengaja katamu???”
Aku kesal dan mencopot salah satu sendalku untuk melempar gadis itu. Tapi larinya lebih cepat dari sambitanku. Sungguh terlalu, pantas saja tiba-tiba bisa turun hujan.
 
 ...
Hari ini nenek mengenaliku dan mau kupapah sampai ke rumah. Nenek sangat perhatian padaku, dia sengaja membawakan roti dari rumahnya untukku dan menanyakan tentang keadaanku hari itu. Aku makin menyayangi nenek. Sehabis mengantar nenek, aku kembali ke rumah. Sebenarnya aku malas untuk kerumah, karena harus bertemu dengan pria berengsek itu. Semenjak hari itu, pria berengsek itu tinggal bersama kami. Rumah kami yang kecil terasa tambah sempit semenjak kehadirannya. Meski dia tidak terlihat minum minuman alcohol lagi, tetap saja aku malas melihatnya.

Saat tiba di pintu, aku mendengar suara gaduh dari dalam rumah. Aku bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku melihat pria berengsek itu tengah mencongkel celenganku.
“Apa yang kau lakukannnn???” sekali lagi, aku mendorongnya ke lantai. “Kau mau mencuri uangku??”
“Sisi, tolong berilah aku sedikit uang.”
“Untuk apa memberimu uang. Aku sudah memberimu makan dan membiarkan kau tidur disini, apa masih kurang?? Memangnya untuk apa uang? Ohhh.. pasti kau ingin membeli minuman, ia kan??”
“Tidakkkk.. aku tidak ingin membeli minuman, tolong berilah aku sedikit uangmu.. Kumohonnn..”
Pria berengsek itu mulai berakting menangis dan memohon-mohon padaku.
 
...
“Istrikuuuuuuuuuu.. maafkan akuuuuuuuuu, aku banyak bersalah padamu. Aku telah membiarkanmu menderita.. Aku memang lelaki yang tidak bisa diandalkan. Sekarang aku sadar atas kesalahanku. Anak-anakku membenciku dan tidak pernah menegurku, pasti itu hukuman bagiku yang telah melukai hati mereka. Kumohon maafkan aku..”
Ternyata pria berengsek itu ingin membeli bunga untuk di taburkan ke makam ibu. Karena itu dia membongkar celenganku.
“Percuma saja kau menangis seperti itu. Air mata palsumu itu tidak akan membangunkannya. Kau telah membunuhnya.”
“Sisiiiiiiiiii.. dengarkanlah aku.. aku tidak pernah membunuh ibumu, aku berani sumpah padamu, aku tidak pernah membunuhnya..” Pria berengsek itu berlutut di depanku.
“Tidak membunuhnya katamu? Kau terus minum-minum dan menghamburkan uang yang dicari oleh ibu dengan susah payah. Sakin serakahnya dirimu, ibu sampai tak punya uang untuk berobat ketika ia sakit. Belum cukup sampai disitu, kau bahkan masih memukuliku dan ibu. Apa itu yang kau sebut tidak membunuh??”

Sekalipun pria berengsek itu berkata tidak membunuh ibu, tetap saja dia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kematian ibu. Jadi aku sulit untuk dapat mengampuninya.



to be continue..



Sekotak Kenangan (Part 5)

“Sisiiiiiiiiiii.. apa kau Sisi, benar, kau adalah Sisiiiii.. Sisi aku merindukanmu.” Pria itu menarik-narik bajuku.
“Mau apa kau disini??? Untuk apa menemuiku??” Aku mendorongnya keras sampai ia tersungkur ke lantai.
“Kakakkk, apa yang kau lakukan pada paman itu??”
“Apa kau Lee???” kata pria itu sambil merangkak ke arah kaki Lee.
“Ia, paman siapa??”
“Aku ayahmu Lee.. aku ayahmuuuuuuuu.. Aku telah mencarimu kemana-mana, aku merindukanmu..”


Lee membawa pria itu masuk ke rumah dan memberinya makan. Pria itu terus berakting sedih untuk mendapat belas kasihan Lee. Tapi aktingnya itu tidak akan dapat meluluhkanku. Aku duduk di sudut ruangan sambil memperhatikan mereka terus bercanda. Aku geram melihatnya dan ingin segera mengusir pria berengsek itu.


“Cepat pergi dari sini...” aku menarik tangan pria berengsek itu. “Cepat pergiiiiiiiiiiiiiii...”
“Kakak, apa yang kau lakukan? Ayah sedang makan..”
“Makannnn?? Dia tidak perlu makan, biarkan pria berengsek ini mati kelaparan di jalan, aku tidak akan perduli.”
“Sisiiiii.. apa kau sangat membenciku seperti ini?”
“Kenapa kau masih berani bertanya padaku?? Jelas aku sangat membencimu. Bagiku, ayahku sudah mati!! Aku tidak punya ayah lagi!!!”
“Kakak, kau tidak boleh seperti itu. Dia ayah kita... Sekalipun dia pernah berbuat salah pada kita, dia tetap ayah kita.”
“Aku tidak mau punya ayahhhhh.. aku tidak mau punya ayah sepertimu... aku tidak mauuuu..”


Aku menangis keras karena kesal. Kesal sekesal kesalnya, orang yang kuharap sudah mati malah kembali lagi ke kehidupanku. Orang yang telah merusak masa depanku, karena harus bekerja keras untuk hidup, sekarang malah minta untuk tinggal bersama. Aku benci pria berengsek itu.
...
...

“Skyyyy..”
“Nyonya presdir, kau memanggilku??”
“Ia, aku memanggilmu..Apa kau ingin pergi makan siang?”
“Ia, nyonya.”
“Kalau begitu, makan sianglah bersamaku.”

...

Lee pergi bersama El untuk makan siang di sebuah restaurant.
“Makanlah ini, sayur-sayuran ini sangat enak dan segar.” El menaruh beberapa sayuran di piring Lee. “Bagaimana? Enak bukan?”
“Iya nyonya, sayurnya enak sekali..”
“Ahhhh, sudah ku duga kau akan menyukainya. Dari dulu kita kan sering kesini, apa kau lupa?”
“Maaf nyonya, tapi aku bukan Sky, aku Lee.”
“Ah.. maafkan aku, aku lupa.”
“Tidak apa.”
“Pria itu pintar menyembunyikan perasaannya. Ia terus menjagaku tapi tak hiraukan perasaannya. Kalau saja aku tau tentang perasaannya lebih awal, pasti dia tidak akan pergi secepat itu.”
“Nyonya, apa kau baik-baik saja?”
“Ahh, apa yang kubicarakan. Apa aku telah merusak selera makanmu? Maafkan aku, ayu kita makan lagi.”




to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 4)

“Nenek, ini kertas origaminya.”
“Berapa harganya?”
“5000 rupiah nek..”
“Aku tidak membawa uang..”
“Tidak apa-apa nek, aku akan membayarkannya untukmu..”

 
“Kakakkkkkkkkkkk...” Lee tiba-tiba datang menemuiku di minimarket.
“Leee, kenapa kau ada disini? Apa kau tidak kerja?”
“Sedang jam istirahat kak, aku baru saja makan di cafe dekat sini. Jadi aku sengaja mampir untuk menemuimu.”

 
Nenek sudah keluar dari mini market untuk pulang.
“Ahhhh, Leee... sudah dulu yah, aku harus mengantar nenek.”
“Nenek???”

 
Lee menemaniku mengantar nenek ke rumah. Tapi saat itu nenek tidak mau di papah, karena ia merasa tidak mengenalku.
“Siapa dia kak? Kenapa kau mengantarnya pulang??”
“Dia sudah tua dan pikun, jadi aku takut dia tidak bisa menemukan jalan pulang ke rumahnya.”
“Apa setiap hari kau mengantarnya pulang??”
“Baru beberapa hari ini saja. Kakek yang memintaku. Dia memberiku upah untuk mengantar nenek pulang.”

 
Kami sampai di rumah nenek. Kakek juga sudah menanti kedatangan nenek di depan pintu, sambil menggendong cucunya yang masih kecil. Lee menungguku di depan pagar.
“Kau sudah datanggg?” kata kakek pada nenek, tapi nenek tidak menghiraukannya dan segera masuk ke rumah. “Terima kasih Sisi, untuk hari ini. Apa itu pacarmu?”
“Bukan kek, dia adikku, namanya Lee.”
“Ohhh.. ku kira pacarmu. Kapan kau akan membawa pacarmu kemari??”
Aku mengalihkan pembicaraan kakek. “Apa ini cucumu? Wah lucu sekaliiii yaaa...”

 
Nenek keluar lagi dari dalam rumah, dan membawa sapu.
“Pergiiiii kauuuu.. pergiiii kauuuu..” nenek berteriak sambil memukulku dengan sapu.
“Nenekkkkkk, apa yang kau lakukan??” aku berusaha menangkis pukulan nenek, tapi ia terus memukuliku.
“Istrikuuuu, jangannnn.. dia Sisiiii...” kakek berusaha mencegah nenek.
Lee berlari ke arahku dan menyelamatkanku.
“Kenapa nenek memukulmu?”
“Aku juga tidak tau..”
“Pergi kau orang jahat.. dari tadi kau terus mengikutiku, dan sekarang berusaha mendekati cucuku, pasti kau ingin menculiknya kan?” nenek memukulku sekali lagi dengan sapu..

 
...

 
Lee mengantarku sampai rumah sambil terus menceramahiku.
“Kau tidak usah mengantar nenek itu lagi, kak. Tidak tau diri, sudah di tolong malah memukul
orang.”
“Kau tidak boleh begitu, dia hanya sedikit pikun. Sebelum-sebelumnya dia ingat padaku, bahkan kami banyak menghabiskan waktu bersama.”
“Itu kalau dia sedang ingat, bagaimana kalau sedang lupa? Apa kau mau dipukulnya seperti itu terus?”
“Pokoknya aku akan tetap mengantarnya. Aku sudah menganggap dia nenekku sendiri. Dari kecil, aku belum merasakan punya seorang nenek. Aku tidak tau bagaimana rupa nenek, bagaimana suara nenek. Dan sekarang ada seorang nenek yang membutuhkan pertolonganku, jadi aku akan membantunya.”
“Kau ini, selalu saja keras kepala.”


 
Langkahku terhenti, ketika melihat seorang pria berdiri didepan rumah kami.

 

Pria itu kembali lagi.. Pria itu muncul lagi dihadapaku..



 to be continue..







 

Sekotak Kenangan (Part 3)

Kakek harus menjaga cucunya yang masih kecil, saat kedua orangtua anak tersebut sedang bekerja. Atas permintaan kakek, aku diminta tolong untuk mengantar nenek pulang ke rumah sehabis ia datang ke mini market tempatku bekerja, untuk membeli kertas origami. Jadi hal itu kulakukan setiap harinya. Kadang aku menuntun nenek selama perjalanan pula. Kadang pula nenek tidak mengenaliku dan menolakku untuk memapahnya, jadi aku akan mengawasi nenek dari belakang.
 
“Aku laparrrr..”
Suatu hari, nenek tiba-tiba mengeluh lapar saat sedang ku antar pulang.

 
“Nenek, di dekat sini ada sebuah cafe yang punya banyak makanan enak. Bagaimana kalau kita mampir sebentar untuk makan?”
“Iyaaaa..”

 
Aku membawa nenek ke cafe yang ku maksud, karena ramai sekali dan tidak ada tempat duduk yang tersisa di dalam, jadi aku dan nenek duduk di bagian ruangan terbuka. Sambil menunggu makanan yang kami pesan datang, aku membantu nenek melipat kertas origami yang ia beli hari itu, menjadi burung-burungan kertas.
“Wah nenek, kau pintar sekali melipatnya..”

 
Nenek tidak menghiraukanku dan terus melipat dengan seksama. Tak lama kemudian, tiba-tiba turun hujan sangat deras. Aku dan nenek langsung panik dan menyelamatkan burung-burungan kertas yang telah kami buat. Kami berlari ke dalam cafe untuk berteduh. Hampir seluruh burung-burungan kertas yang kami buat basah kena hujan. Baju nenekpun ikutan basah. Aku harap nenek tidak sakit karena masuk angin.
 

...
 
Lee bekerja di perusahaan asing tempat ia direkomendasikan oleh universitasnya. Lee bekerja sangat giat dan penuh semangat. Lingkungan di kantor, teman-teman kerja, semuanya menyenangkan, kecuali satu hal...

 
“Skyyyyyyyyy...” seorang wanita tiba-tiba memeluk Lee.
“Nyonya, anda siapa?? Lepaskannn.. lepaskan pelukanmu..”
“Skyyyyy.. kau kemana saja?? Kenapa kau menjadi kurus seperti ini, aku sangat merindukanmu.”
“Nyonya, aku bukan Sky, aku Lee..”
“Ellllll...” presiden direktur memanggil nama wanita itu dan membantu Lee melepaskan pelukannya.
“Selamat siang pak presdir..”
“Siang, siapa kau?”
“Aku staff baru di bagian keuangan, namaku Lee.”
“Lihat Sam, dia Sky kan??” kata wanita itu kepada presdir.
“Dia memang mirip sekali, tapi dia bukan Sky..” presdir memperhatikan Lee dengan seksama.
 

...
 
Pak presdir mengajak Lee berbincang-bincang sambil minum kopi di Cafe Sunday.
“Maafkan istriku, dia begitu kehilangan sahabat kecilnya yang bernama Sky. Dia mirip sekali denganmu.”
“Kalau boleh tau, memangnya dimana Sky berada?”
“Dia telah meninggal 7 tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan saat merekam sessi pemotretan prawedding kami. Diam-diam, semasa hidupnya Sky mencintai sahabatnya sendiri, El. Sky telah menjaga El sangat baik, sebagai bentuk cintanya. Tapi sekalipun dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada El. Usai di hari pernikahan kami, seorang teman kerja Sky memberikan sebuah dvd film yang berisikan gambar-gambar El, yang di rekam oleh Sky. Rekaman sejak mereka bermain bersama waktu kecil, sampai besar. Temannya itu juga memberitahu alamat blog Sky, tempat Sky menceritakan semua tentang kisah mereka. Dari situlah El baru tau, kalau Sky diam-diam mencintainya.”




to be continue..

Sekotak Kenangan (Part 2)

Esok harinya, aku melihat nenek itu datang lagi ke mini market, tepat saat jam shift ku berakhir. Sama seperti kemarin, dia masuk ke dalam, kemudian kebingungan.
“Nenek, kau datang lagi?? Kali ini, apa yang kau cari??”
“Apa disini menjual kertas origami?”
“Ohhh.. kau mau membeli kertas origami lagi?? Tunggu sebentar yah nek, aku akan mengambilkannya untukmu..”
Sekali lagi, nenek itu terus memperhatikan seisi sudut mini market dengan seksama.

“Nenek, ini kertas origaminya.”
“Ternyata benar ada.. Aku telah mencari-cari keseluruh toko dekat sini, tapi tak ada yang menjual kertas origami ini. Aku sungguh penasaran pada toko ini dan yakin kalau disini menjual kertas origami yang kucari, jadi aku coba mampir ke sini, ternyata benar ada..”
“Tapi nenek, kemarin kan kau baru kesini.”
“Hmmm.. berapa harganya??”
“5000 nek..”
Nenek itu melakukan hal yang sama seperti kemarin, merogoh saku celana kirinya, lalu merogoh juga saku di celana kanannya.

“Aku tidak membawa uang..”
“Benar begitu? Nenek, kalau aku terus membayar kertas origamimu, lama-lama aku bisa bangkrut. Hahaha. Tapi tidak apalah, hari ini aku akan membayarkannya lagi untukmu.”
“Ternyata kau ada disini..” tiba-tiba seorang kakek masuk ke dalam mini market.
“Kakek, kau mengenal nenek ini?”
“Dia istriku. Apa dia membeli kertas origami??”
“Iyaaa..”
“Pasti dia tidak membawa uang lagi. Berapa harganya?”
“5000 rupiah kek..”
Kakek tersebut mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberiku.

“Sebelumnya istriku membeli kertas origami di toko dekat sini. Tapi sekarang toko itu tutup, jadi mungkin dia mencari kertas origami disini.”
“Ohhh.. tapi kek, kemarin dia baru saja dari sini. Kenapa dia sepertinya tidak ingat pernah kesini?”
“Istriku ini amnesia, jadi tidak dapat mengingat beberapa hal. Makanya aku menjemputnya, agar dia tidak tersesat waktu pulang.”
“Benarkah?? Kasihan sekali nenek..”
“Nona, kulihat kau gadis yang baik, apa aku bisa minta tolong padamu?”
 
...

Aku ikut bersama kakek dan nenek kerumah mereka. Dan disitulah kakek bercerita tentang nenek. Dulu nenek punya seorang kekasih yang sangat ia cintai. Tapi suatu hari mereka bertengkar hebat karena salah paham, sampai tidak saling menegur dalam waktu yang lama. Kekasih nenek melanjutkan studinya di luar negeri, tanpa terlebih dahulu menyelesaikan kesalahpahaman diantara mereka berdua. Meski sangat sedih karena pria yang ia cintai meninggalkannya, nenek tetap yakin kalau pria yang ia cintai itu akan kembali padanya. Nenekpun menutup hatinya pada setiap lelaki yang  mendekatinya.

3 tahun berlalu, nenek bertemu pria  itu kembali, pada sebuah pesta. Di hari pertemuan mereka, pria tersebut mengungkapkan pada nenek bahwa ia tidak bisa melupakan nenek. Begitupula dengan nenek, nenek memberitahu padanya bahwa ia selalu menunggu pria itu kembali. Tapi ternyata kepulangan pria itu tidaklah lama, ia harus segera kembali untuk melanjutkan studinya yang belum selesai. Nenek memberitahu nomor teleponnya yang baru, dan pria itu berjanji akan segera menghubungi nenek jam 7 malam. Setiap jam 7 malam, nenek duduk disebelah meja telepon untuk menunggu telepon dari pria itu. Nenek terus menunggu seperti itu sampai sekarang,tapi pria itu tak pernah menelepon nenek. Meski disampingnya sudah ada kakek yang begitu setia memaklumi dalamnya cinta nenek pada pria itu, nenek tetap menunggu pria itu.

Saat berumur 50 tahun, ingatan nenek semakin memburuk. Nenek hanya ingat pada masa lalunya, tapi lupa tentang hal-hal lain, seperti : nama anaknya, nama cucunya, dimana rumahnya, bahkan ia seingkali lupa kepada kakek.


“Lalu, untuk apa kertas origami yang sering di beli nenek?”
“Semenjak dia menunggu telepon dari pria itu, dia selalu menyibukkan dirinya sambil melipat kertas origami menjadi burung-burungan. Istriku percaya, kalau ia bisa membuat 1000 burung-burungan kertas, maka impiannya bisa terwujud. Karena itu, setiap hari dia membeli kertas origami di toko.”
“Kenapa harus setiap hari membeli kertas origaminya? Kenapa tidak membeli banyak kertas origami agar nenek tidak usah bolak-balik ke toko?”
“Sudah kulakukan. Aku sudah pernah membelikanna banyak kertas origami, tapi dia selalu lupa dan tetap pergi keluar untuk membeli kertas origami. Setiap siang, aku akan keluar mencarinya di toko tempat dia biasa membeli kertas origami. Aku akan membayar kertas yang dia beli dan membawanya pulang kerumah.”




to be continue..






Sekotak Kenangan (Part 1)


Ada orang yang dapat dengan mudah menghapus memori masa lalu yang ia miliki. Ada juga yang sekalipun berusaha keras melupakan kenangannya, tapi memori itu selalu muncul dalam ingatan mereka dengan sangat jelas. Sebagian orang berusaha keras untuk mencari cara agar dapat menghapus beberapa memori dalam otaknya. Tapi, sebagian lainnya membiarkan memori itu tetap tinggal dalam ingatan mereka, bahkan membungkus rapih dan menyimpannya dengan sangat baik di sebuah tempat yang khusus..

 
Sekotak Kenangan

“Leeeeeeeeeee...”
“Reyneeeee... aku lulussssssss”
“Congratulation Lee, aku tau kau pasti lulus.”
“Aku ingin segera bertemu kakak”
“Oya Lee, ada yang ingin ku ceritakan tentang kakakmu”
 
...

“Apaaa kau bilang? Kakak menjual ginjalnya untuk biaya operasiku?”
“Iya, dia menjualnya pada ibuku. Waktu itu kita belum saling kenal, dan setelah itu aku tidak tau kalau dia adalah kakakmu, sampai aku bertemu lagi dengannya, dirumahmu.”
“Tapi, bukannya kau bilang, kalau uang itu dipinjami oleh Joe?”
“Aku berbohonggg.. Mereka juga belum saling mengenal waktu itu. Aku terpaksa berkata seperti itu, agar kau tidak salah paham pada kakak. Kakak sengaja merahasiakannya padamu. Dia merasa telah berhutang padamu, karena sewaktu kau kecil, ibumu lebih memperhatikan kakak daripada kau. Uang untuk membeli motormu, itu adalah sisa dari uang hasil penjualan ginjal kakakmu. Kau tau, banyak sekali yang ia korbankan untuk dapat menyekolahkanmu sampai tinggi. Dia inginm, adiknya kelak menjadi orang yang sukses.”
“Jadi, selama ini dia menutup-nutupi semuanya padaku??”
“Kau jangan marah yah Lee, tolong kali ini kau berpikirlah pada posisi dia.”
 
...

Aku bekerja paruh waktu sebagai kasir di mini market dari jam 12 malam sampai jam 12 siang. Sepulang kerja, aku membuatkan beberapa kotak kue mochi yang kemudian ku titipkan di warung untuk di jual. Suatu hari, saat aku hendak berganti shift, aku melihat seorang nenek masuk ke dalam mini market dengan kebingungan.
“Nenek.. ada yang bisa ku bantu??”
“Apa disini menjual kertas origami?”
“Oh.. ada nek, tunggu sebentar biar ku ambilkan..”
Nenek itu terus memperhatikan seisi sudut mini market dengan seksama.
“Ini nek, kertas origaminya, harganya 5000”
“Baiklahh...”
Nenek itu merogoh saku celana kirinya dengan lamban, lalu merogoh saku celana kanannya, tapi tak ada uang sedikitpun yang ia keluarkan.
“Aku tidak membawa uang..”
“Apaa??? Hmmm.. tidak apa nek, aku yang akan membayarnya. Ambillah..”
“Terima kasih.. “
Nenek itu lalu pergi dari mini market.


Aku bergegas pulang kerumah untuk segera menemui Lee. Tapi saat dijalan, aku dihadang oleh beberapa pria yang sepertinya punya niat jahat kepadaku.
“Mau apa kalian??”
“Hai nona, sepertinya di tas mu banyak benda-benda berharga. Berikanlah pada kami..”
“Jangan mendekat, atau aku akan teriak.”
“Jangan begitu nona, kami tidak akan kasar padamu asal kau memberikan tasmu pada kami.”
“Tidakkkkkk.. tolonggggggggggggggggggggggggggggggggg....”


Salah satu pria tersebut membekap mulutku, dan pria lainnya merampas tasku. Mereka membongkar isi dalam tasku dan mengambil dompetku.
“Heyyyyyyyyyyy, apa yang kalian lakukan.”
Lee datang ke arahku, dan pria yang membekapku melepaskan tangannya dari mulutku.
“Kakakk, kau tidak apa-apa??”
“Kita salah orang, dia itu orang miskin.” Kata seorang pria yang mengambil dompetku tadi, lalu membuang tas dan dompetku ke lantai. “Ayu kita pergi, mereka tidak punya uanggggg. Dasar menyedihkan..”
“Apa kalian bilang??” Lee marah dan terlibat pertengkaran dengan pria-pria tersebut. Suasana begitu gaduh, sampai polisi melerai mereka, dan membawa kami semua ke kantor polisi.
 

...

Kami melalui proses pemeriksaan di kantor polisi selama 1 jam. Aku dan Lee kemudian pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, aku mengobati luka lebam di muka Lee, akibat perkelahin tadi.


“Kenapa kau memukul mereka?”
“Kenapa aku tidak boleh memukul mereka? Mereka telah menghina kakak.”
“Sejak kapan kau jadi begitu peduli padaku, hahah..”
“Aku tau, seharusnya aku memperdulikanmu sejak lama. Tapi, aku baru melakukannya setelah tau kalau telah banyak berkorban untukku.”
“Berkorban apa? Membiayai kebutuhan kita, maksudmu? Itu sudah tugasku, apa lagi yang bisa kulakukan selain bekerja.”
“Tapi tidak sampai harus menjual ginjal kan, kak.”
“Darimana kau dengar hal itu?”
“Reyne memberitahuku..”
Aku tertunduk.. “Lupakanlah..”
“Bagaimana aku bisa melupakan begitu saja. Aku sungguh tidak menyangka kakak akan melakukan hal seperti itu.”
“Apa kau marah padaku??”
“Tidakkkkk.. aku tidak marah padamu kak.. aku marah pada diriku sendiri.. kenapa begitu egois padamu, kenapa tidak peka pada kesusahanmu.. aku marah sekali pada diriku ini yang tak tau diriii..”


Lee menangis dihadapanku. Sudah lama aku tak melihatnya menangis untukku. Aku tau, cepat ataupun lambat, hal ini akan diketahui Lee. Tapi aku tak menyangka kalau Lee tidak marah padaku, melainkan menyesal karena merasa telah banyak menyakiti perasaanku. Padahal aku tidak pernah memperdulikan perasaanku sendiri.





to be continue..