“Perempuan” itu berjuang keluar dari tubuh laki-laki.
Sepanjang hidup menghadapi diskriminasi, tak luput juga sering diperhadapkan
dengan caci maki, ada yang dapat menerima mereka adapula yang tak menerima keberadaan mereka, “Waria” begitulah biasa mereka menyebutnya..
Seseorang yang dilahirkan dengan jenis kelamin pria tapi
memilih untuk menjadi wanita karena mereka merasa naluri keperempuanannya lebih
kuat, dan mereka menyukai itu. Ada sebagian yang hanya gayanya saja seperti
perempuan tapi style berpakaiannya tetap
seperti pria pada umumnya, ada juga yang merubah semua penampilannya menjadi
serupa dengan kaum hawa, baik dalam berpakaiannya, kebiasaannya, cara
berbicara, cara berjalan, bahkan tak sedikit dari antara mereka yang sampai
mengoperasi kelamin menjadi wanita.
Tepat pukul 11 malam, saya dan teman-teman yang mengambil
mata kuliah Fotografi datang ke TKP, lokasi tempat para waria biasa berkumpul.
Ya, Taman Lawanglah tempat kalian bisa temukan komunitas mereka, sepanjang
jalan banyak sekali yang mejeng, berpose, melambai-lambaikan tangan mereka
untuk menarik perhatian kaum pria, siapa tahu ada yang berminat menggunakan
jasa mereka/mungkin cuma sekedar membagikan rejeki mereka.
Saya bersama teman-teman saya segera menjumpai target kita
untuk wawancara kali ini, sesuai dengan janji yang telah kita sepakati
ditelepon beberapa hari yang lalu. Dalam kesempatan kali ini, nara sumber kita
akan mencoba untuk membagi pengalaman dan perasaan yang mereka alami sebagai
seorang waria.
Sabina , begitu ia dipanggil, menggenakan gaun hitam sedikit
mini hingga memperlihatkan belahan dadanya, dengan bau parfumnya yang khas yang
tidak pernah saya dapati sebelumnya, senyumnya yang ramah terlihat sangat
bersahabat menyapa kami dengan hangat.
Ada rasa deg-degan sebelum bertemu dengan Sabina, karena ini adalah pengalaman
pertama saya bertemu dengan waria apalagi harus , menanyakan seluk beluk
kehidupannya. Dalam benak beberapa jam yang lalu, terbayang kalau seorang waria
itu pasti agaknya akan kurang bersahabat dengan kaum wanita, mungkin karena ia
takut merasa disaingi atau apalah. Tapi, begitu saya bertemu Sabina semua
imajinasi-imajinasi saya yang buruk-buruk itu seolah hilang begitu saja.
Sejak dilahirkan, mereka tidak pernah merasa diri mereka
sebagai seorang pria walaupun secara fisik mereka memiliki bentuk tubuh
layaknya seorang pria. Benar-benar suatu beban yang luar biasa beratnya yang
harus mereka tangung dalam kehidupan mereka.
Kami bersantai di trotoar jalan sambil basa-basi sebelum
berbicara ke hal yang lebih serius, sekedar untuk mencairkan suasana. Begitu
banyak mobil bahkan truk yang lalu lalang hingga menghantarkan debu mampir
kemuka kita, tapi tak jadi penghalang buat kami untuk berbincang-bincang
seputar kehidupan Sabina yang ternyata merupakan salah satu peserta acara “Be a
Man”. Kalau kalian bertanya-tanya acara apakah itu, saya bisa menjelaskannya
sedikit. Jadi, Be a Man adalah acara
dimana para waria dikumpulkan dan dikarantina untuk mengikuti serangkaian acara
yang akan memacu sifat kepriaan mereka,
acara ini tayangkan di Trans 7.
Kembali pada Sabina. Sabina, merasa lebih tertarik pada
sesama pria dan menyukai dengan penampilan dan gaya hidupnya sekarang ini, tak
ada sedikitpun rasa malu, kurang percaya diri atau menyesal terlihat dalam
wajahnya saat saya melakukan wawancara di arena Taman Lawang, Menteng, Jakarta
Pusat. Baginya setelah ia memutuskan untuk lebih memilih menjadi seorang
wanita, itu adalah kehidupan barunya “the new life” yang harus ia syukuri. Ia
tidak pernah merasa malu akan keadaannya saat ini, sekalipun ketika ia bertemu
dengan teman-teman sekolahnya.
Semua bermula ketika ia menginjak usia remaja. Masa pubertas
mulai menyadarkan dirinya memang berbeda dari teman-teman sepermainan. Bibit
cinta terhadap kaum Adam perlahan tumbuh di hatinya saat ia mulai memasuki
bangku SMA.
Sabina mulai memperluas pergaulannya dan mengambil keputusan
untuk mencoba mengadu nasib ke Ibu Kota Jakarta pada tahun 2002. Awanya dia
datang ke Jakarta bersama kakaknya, namun sejak kakaknya menikah, ia pun mau tak
mau harus menjalani hari-harinya dengan mandiri. Ia kini tinggal dikawasan
Kuningan, tidak jauh dari tempat mangkalnya sehari-hari.
Perantau dari padang ini, mulai mengenal banyak waria lain
dari berbagai komunitas. Kehidupan malam pelan-pelan mulai diakrabinya. Ia terpaksa turun ke jalan menjadi pekerja sex
hanya semata karena tuntutan kebutuhan untuk bisa tetap bertahan hidup. Itu
bukan karena hasrat seksual dan keingginan mereka untuk having fun. Kalau hanya
mengejar nafsu, toh kaum seperti mereka itu tidak akan menarik bayaran.
Nyatanya para waria yang turun ke jalan sebagai pekerja sex hampir seluruhnya
menarik bayaran.
Demi mencukupi kebutuhan sehari-harinya, ia pun turut
mangkal bersama teman-temannya di Taman Lawang. Dia menyebut tempat itu sebagai
kawasan “G-Spot”, tempat para waria berkumpul dan berinteraksi. “Nggak semua
waria yang ada di Taman Lawang tujuannya melulu uang..” katanya. “Banyak juga
yang yang cuma pengen mengekspresikan diri atau sekedar ngobrol-ngobrol dengan
teman senasibnya.”
Biasanya Sabina mulai bekerja sebagai penjaja sex pada pukul
22.00 sampai 03.00 dini hari. Bayaran yang ia dapatkan setiap hari bisa Rp
50.000 hingga ratusan ribu rupiah, namun tak jarang ia seharian tak dapat uang
sepeserpun. Menurutnya, kalau lagi ramai-ramainya
ia dapat pelanggan, gaji sebulannya bisa melebihi gaji Pegawai Negeri/Karyawan
kantoran, tapi kalau lagi sepi terpaksa jatah dia untuk
makan dikurangi. Itulah nasib yang harus ia hadapi karena hidup itu seperti
roda yang berputar kadang kita diatas kadang bisa dibawah.
Uang yang ia dapatkan dari hasil mangkal biasa ia habiskan
untuk memenuhi keperluannya, yang pasti keperluan utamanya adalah untuk mencari
sesuap nasi, sisanya dia gunakan untuk membayar kontrakan rumah dan make-up,
kalau ada kelebihan uang ia sering mengirimkan ke orangtuanya di kampung.
Sabina mencari uang tidak hanya dengan mangkal di Taman
Lawang, ia juga free lance merias wajah orang. Kalau lagi ada tawaran merias,
biasanya Sabina tidak mangkal lagi malam harinya. Job-job/orderan merias biasa
ia dapat dari temannya yang mempunyai salon. Waw, tidak heran dandanan Sabina
begitu apik, sampai-sampai saya sempat pangling saat pertama kali bertemu
dengannya.
Pelanggan yang biasa ia jumpai kebanyakan terdiri dari anak
muda mulai dari usia 19 tahun keatas. Pernah sekali Sabina ditawar oleh anak
SMA, namun ditolaknya karena menurutnya anak itu masih begitu muda dan belum
pantas untuk melakukan hubungan sex.
Sabina melipat kaki kanan nya diatas kaki kirinya, sesekali
ia kibaskan rambut panjangnya, ia pun
mulai berbagi cerita suka dukanya selama menjalani profesi nya yang ia geluti
saat ini. Seringkali ia mendapat perlakuan buruk dari pelanggannya, pernah ia
dituruni dijalan tol, kadang dipukuli, kadang tidak dibayar.
Pengalaman pahit yang pernah Sabina alami, yang mungkin
dianggapnya sebagai pengalaman buruk yang tak terlupakan adalah saat ia bertemu
dengan pelanggan asal Ambon yang sedikit ‘psyco’ , diceritakan dengan wajah
yang sedikit kesal oleh Sabina, bahwa pelanggan tersebut membuangnya ke dalam
waduk setelah menggunakan jasa Sabina,
sungguh hal yang menyakitkan bagi Sabina karena ia memerlukan waktu yang cukup
lama untuk keluar dari waduk yang cukup
juram dan licin tersebut. Dengan sisa
kekuatan yang ada, Sabina teriak meminta pertolongan pada siapapun yang mungkin
melewati tempat ia terjatuh, namun tak ada seorangpun yang menolong atau
mendengar jeritannya. Setelah berhasil
keluar dari waduk apesnya Sabina belum sampai situ saja, orang Ambon yang
membuangnya itu kembali mengejar Sabina dan melayangkan tinjunya ke muka
Sabina, entah punya dendam pribadi apa itu orang sampai-sampai begitu tega
memperlakukan Sabina sampai seperti itu.
Tak hanya itu saja, jika nasibnya lagi sial, ia bisa
tertangkap oleh petugas trantip, dan harus melewati proses yang begitu panjang
dan rumit untuk keluar dari kantor polisi, seringkali ia harus
berpindah-pindah dari kantor yang satu ke kantor berwajib yang lainnya untuk
mengurus proses pengeluarannya dari kantor polisi.
Tapi tidak sedikit diantara pelanggan Sabina yang
memperlakukannya dengan baik. Salah satu kesenangan tersendirinya untuk tetap
melakukan pekerjaannya ini adalah bisa dekat dengan pria, apalagi bila
pelanggan yang ia jumpai seorang pria yang tampan dan sopan, mungkin itu bisa
menjadi sebuah ‘bonus’ bagi Sabina.
Di area Taman Lawang tersebut mempunyai beberapa kelompok
tersendiri, pernah kelompok Sabina berselisih dengan kelompok lainnya hingga
terjadi pertikaian dan keributan yang tak terkendali sampai-sampai pihak yang berwajib
ikut turun tangan mengatasi masalah tersebut, dan membubarkan salah satu
kelompok waria tersebut. Untungnya
kelompok Sabina tidak menjadi sasaran pembubaran, karena kelompoknya
tersebut tidak pernah membuat masalah sebelumnya, berbeda dengan kelompok
lainnya yang seringkali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang lebih,
yaitu dengan cara mencopet uang pelanggan. Itu menyebabkan, tak sedikit orang
yang pernah menjadi pelanggannya
melaporkan kelompok itu ke pihak yang berwenang.
Kalau ditanya apakah menjadi seorang waria itu adalah hal yang diinginkan Sabina, tentu saja jawabannya adalah TIDAK! Karena baginya hidup normal adalah sesuatu yang lebih menyenangkan, namun Sabina tak bisa membohongi naluri kewanitaannya yang lebih kental yang menyebabkan ia dapat melawan kodratnya yang dilahirkan sebagai seorang pria.
Sabina sama seperti manusia lainnya, yang mempunyai cita-cita dan kesempatan meraih masa depan yang indah. Dituturkannya semua yang menjadi keinginannya yang belum tercapai hingga kini kepada saya dan teman-teman saya. “Saya mau mempunyai salon pribadi, berhubung hobi saya kan suka merias wajah orang. Kalau punya salon sendiri tuh lebih enak yah, daripada kerja sama orang lain. Kalo punya salon sendiri kita bisa lebih maju, daripada harus bekerja sama orang lain..” jelasnya pada kami.
Malam semakin larut, Sabina saja sudah ditawar oleh salah satu calon pelanggan yang melewati kawasan Taman Lawang itu. Akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi wawancara kami, segeralah saya minta Sabina untuk berpose agar saya dapat menggambil gambarnya. Dengan bermacam gaya, Sabina bak seorang model tak ragu-ragu menampilkan pose terbaiknya. Sesekali ia menebalkan wajahnya dengan taburan bedak dan memulaskan lipstik pada bibirnya untuk memberikan tampilan yang menawan, dan kembali berpose dengan seksi. Selesailah perjalanan singkat wawancara ini dengan seorang pria yang lebih meyakini dirinya sebagai seorang wanita, atau biasa kita kenal dengan sebutan ‘waria’
nb : ditulis untuk memenuhi syarat UAS mata kuliah Fotografi >,<.
kak mana foto sabina nya? saya fans beratnya sabina:D
BalasHapusAYO SEMUA BERMAIN DI TOGEL PELANGI JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI
BalasHapusHUBUNGI KONTAK KAMI :
BBM : D8E23B5C
WHAT APPS : +85581569708
LINE : togelpelangi
WE CHAT : togelpelangi
LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET
SALAM JACKPOT DARI KAMI :)